Hot Borneo

Sungai pun ‘Digusur’ di Asam-Asam Tanah Laut

apahabar.com, PELAIHARI – Sebuah sungai pun sampai kena gusur akibat aktivitas penambangan diduga ilegal (PETI).  PT…

Para penambang liar kala beroperasi di Sungai Asam-Asam. Foto-Foto: Istimewa

apahabar.com, PELAIHARI – Sebuah sungai pun sampai kena gusur akibat aktivitas penambangan diduga ilegal (PETI).

PT Jorong Barutama Greston (JBG) berencana memindahkan salah satu aliran sungai di Asam-Asam, Jorong, Kabupaten Tanah Laut.

Berdalih PETI, PT JBG selaku pemilik konsensi berencana melakukan pemindahan guna memperbaiki aliran air di sungai yang disinyalir mengandung emas hitam itu.

Namun anak perusahaan Indo Tambangraya Megah (ITM) ini membantah akan melakukan penambangan di sungai yang lama.

"Sebaliknya, sungai Asam-Asam akan diperbaiki lantaran rusak akibat aktivitas tambang ilegal (PETI)," ujar Kepala Teknik Tambang JBG, Gede Widiada, melalui Eksternal, Idhar, Sabtu (4/6).

Menurutnya, mereka berkewajiban memperbaiki sungai sebab masih termasuk dalam areal konsesi izin tambang PKP2B."Masuk PKP2B kami," ujarnya.

Sungai Asam-Asam yang terlanjur rusak akan diperbaiki. Caranya, membuat aliran sungai baru.

"Sehingga aliran sungai tetap berfungsi dengan baik," ujarnya.

Aliran sungai baru ini nantinya berada di sisi sebelah utara. Berdekatan dengan sungai lama.

Kawasannya pun merupakan areal pinjam pakai PT JBG. Bebas lahan warga.

Panjang sungai lama 3.538 meter. Luasnya luas 1,39 hektare. Sedang sungai baru hanya 2.530 meter namun dengan luas 21,76 Ha.

“Itulah kenapa kemarin kami menggelar konsultasi publik dengan mengundang dinas terkait baik Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Membahas rencana tersebut,” katanya.

PT JBG sebelumnya menggelar konsultasi publik mengenai dampak lingkungan (amdal) terkait pemindahan sungai di Sinar Hotel Pelaihari, Selasa (31/5).

Bila dibiarkan berlarut-larut, menurutnya masyarakat setempat semakin lama juga tidak bisa menggunakan sungai.

"Supaya normal, makanya harus diperbaiki," ujarnya.

Tidak hanya itu, PT JBG mengaku juga tidak bisa melakukan aktivitas penambangan apabila sungai belum diperbaiki. Dikhawatirkan limbah akan sampai ke aliran sungai.

Mengenai aktivitas penambangan liar, Idhar menyebut, diam-diam sudah berlangsung sejak 2015 silam.

"Kini sudah tidak ada lagi. Hanya menyisakan bekas galian," ujarnya.

Menariknya, rencana pemindahan ini juga mendapat lampu hijau dari Kepala Desa Asam-Asam, Abdul Muhid.

“Kami tentu sangat mendukung yang terbaik bagi warga kami. Sebab informasi kerusakan itu sudah sejak 2015. Waktu itu saya belum jadi kepala desa," ujar kades yang dilantik pada 2020 silam tersebut.

Muhid berkata aktivitas penambangan di Sungai Asam-Asam membuat tebing longsor dan sedikit menutupi jalan sungai.

"Akhirnya di sana terbentuk kolam air yang cukup dalam,” katanya.

Jika PT JBG benar-benar berniat memperbaiki, Muhid berjanji akan lebih dulu menyampaikannya ke warga.

"Aliran sungai yang baru harus sesuai kesepakatan bersama pemerintah, maka kita siap menyampaikan ke warga," ujarnya.

Muhid berkata selama ini Sungai Asam-Asam hanya dipergunakan warga untuk pertanian, mandi, bukan untuk dikonsumsi.

Sebuah sungai pun sampai kena gusur. Asam-Asam, sungai terbesar di Jorong kini terancam ditambang.

Rencana pemindahan salah satu aliran sungai Asam-Asam belakangan ditanggapi kontra pegiat lingkungan hidup.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono meminta PT JBG tidak 'cuci tangan'.

"JBG tetap bertanggung jawab 'lah kenapa sampai ada PETI? Karena negara memberi izin lokasi kepada JBG, seharusnya juga dijaga jangan malah dibiarkan," ujar Kis, sapaan akrabnya, Minggu (5/6).

Kis pun menyayangkan rencana PT JBG hendak memindahkan aliran sungai Asam-Asam. Ia juga meminta aparat penegak hukum segera turun tangan.

"JBG dan PETI (penambang ilegal) harus bertanggung jawab atas rusaknya sungai, bukan malah memindahkan," ujarnya.

Menurut Kis, sungai adalah anugerah Tuhan dan terbentuk secara alamiah.

"Bahkan di Al-Quran juga disebutkan untuk menjaga lingkungan termasuk sungai," ujarnya.

Sungai bagi masyarakat Kalsel bukan hanya soal ekosistem, tetapi juga terkait dengan peradaban serta hidup dan kehidupannya.

Bahkan Nabi Muhammad, kata Kis, di zaman perang sekalipun melarang merusak sumber air termasuk sungai.

"Masa pertambangan yang sudah secara masif merusak lingkungan, tutupan hutan dan lahan, kini akan merusak sungai lagi," tuturnya.

Belum lagi, sambungnya, jika dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan tahapan lain baik itu Amdal, izin lingkungan, dan tahapan keterlibatan para pihak termasuk masyarakat yang akan terdampak terhadap perusakan sungai ini.

"Harus jadi ingatan kita semua khususnya PT JBG bahwa kita juga selalu dihantui bencana banjir, maka sungai yang ada seharusnya dipertahankan dan kelola sebagai salah satu bentuk komitmen perusahaan dan pengurus negara untuk mengurangi bencana banjir khususnya di Kalsel," jelasnya. "Bukan malah akan menghilangkan."