subsidi motor listrik

Subsidi Motor Listrik Untungkan Menteri Jokowi, IESR: Tudingan Itu Tidak Tepat

Berbagai pihak menyinggung adanya konflik kepentingan pejabat pemerintah yang rangkap sebagai pengusaha terkait pemberian subsidi kendaraan listrik.

Menko Marves saat konferensi pers terkait kendaraan listrik di kantor Kemenko Marves. (Foto: apahabar.com)

apahabar.com, JAKARTA - Berbagai pihak menyinggung adanya konflik kepentingan pejabat pemerintah yang rangkap sebagai pengusaha terkait pemberian subsidi kendaraan listrik.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai persepsi tersebut kurang tepat. Alasannya, dari tujuh perusahaan resmi yang mendapatkan bantuan atau insentif penjualan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) roda dua, tidak ada nama pejabat yang menjadi pemegang saham di perusahaan tersebut.

"Coba kita lihat aja, menurut saya ya itu kurang tepat juga, karena orang terus mengaitkan ada kepentingan, misalnya Pak Luhut dan Pak Moeldoko. Tujuh perusahaan memenuhi TKDN 40% yang eligible untuk mendapatkan bantuan,
coba kita lihat siapa yang punya itu, nggak ada nama pejabat yang punya perusahaan itu," ujar Fabby Tumiwa saat dihubungi apahabar.com, Sabtu (27/5).

Selain itu, proses pembuatan kebijakan subsidi tersebut merupakan kebijakan pemerintah secara keseluruhan, bukan kebijakan satu menteri saja. 

Baca Juga: Mekanisme Subsidi Motor Listrik, Moeldoko: Pemerintah Lakukan Evaluasi

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Foto: IESR

"Kalau kita lihat kebijakan bukan Pak Luhut saja, ada Presiden, Menteri keuangan, Menteri ESDM, Menteri Keuangan. Ini kebijakan pemerintah bukan kebijakan satu menteri saja loh," ujarnya.

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian untuk mobil dan bus listrik pajak ditanggung pemerintah melalui pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Sehingga, PPN yang dibebankan kepada konsumen hanya sebesar 1%.

Kemenhub telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2022, pemerintah resmi melegalkan konversi kendaraan selain sepeda motor.

Presiden  Jokowi juga sudah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Baca Juga: Konversi Motor Listrik, Kementerian ESDM Latih 20 Bengkel Motor UMKM

"Jadi dari kebijakan itu, itu bukan kebijakan satu menteri saja, kebijakan pemerintah. Jadi kalau saya bilang itu kebijakan satu menteri menterinya siapa?
Dicek aja menteri-menteri yang mau mengeluarkan Permen atau Kepmen itu punya saham di perusahaan kendaraan listrik atau tidak," paparnya.

Fabby menambahkan, "Emang kalau mengeluarkan peraturan menteri atau aturan itu tidak ada prosesnya? Bahkan prosesnya itu dirapatkan berbulan-bulan, ada kajiannya, jadi bukan kebijakan yang turun dari langit."

Menurut Fabby, tujuan dari pemberian bantuan subsidi kendaraan listrik adalah untuk memperluas pasar. Sehingga jika pasarnya tumbuh, diharapkan investor yang tak punya teknologi kendaraan listrik bisa membangun pabriknya di Indonesia.

"Jadi ini tidak ada urusan untuk orang miskin dan lain-lain. Ini kebijakan murni industri, karena kalau kita tidak membangun industri kendaraan listrik Indonesia sekarang, maka kita akan tertinggal," jelasnya.

Baca Juga: Motor Listrik Alva Cervo Meluncur di Indonesia, Cek Spek dan Harganya

Karena itu, Fabby meminta semua pihak agar tidak terbawa dengan persepsi atau tudingan bahwa kebijakan subsidi mobil listrik tersebut menguntungkan sejumlah menteri di kabinet Jokowi.

Ia menilai tudingan tersebut mengarah ke hal yang sifatnya politis ketimbang sesuatu yang lebih substansial, yaitu untuk kemajuan industri kendaraan listrik di Indonesia. Kebijakan tersebut merupakan rangkaian dari kebijakan hilirisasi yang telah diterapkan pemerintah.

"Maksudnya kita jangan mudah terbawa dengan tudingan-tudingan seperti itu. Masyarakat harus jeli juga, sebenarnya opini yang ingin diburu dalam kontestasi politik, jelas opini mengarahkan ke politik," tutupnya.