Hot Borneo

Subhan Diseret-Dipukuli, Sudah Tiga TO Tewas di Tangan Kepolisian Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Kematian Subhan menambah panjang catatan minor Polda Kalsel di bawah kepemimpinan Jenderal Rikwanto….

Keluarga merasa masih ada keganjilan atas kasus kematian Subhan. Foto: dok.apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Kematian Subhan menambah panjang catatan minor Polda Kalsel di bawah kepemimpinan Jenderal Rikwanto. Sudah tiga target operasi (TO) tewas hanya dalam kurun waktu kurang dari setahun. Semuanya sama-sama TO kasus narkotika.

Subhan, 31 tahun, tewas setelah diamankan belasan polisi dari kediamannya di kawasan Pekapuran, 3 Juni 2022. Subhan dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu dini hari, 11 Juni 2022 di RS Bhayangkara Banjarmasin.

Sebelum dibawa polisi, keluarga melihat Subhan sempat diseret lalu dipukuli. Selama di markas kepolisian, istri maupun kerabatnya tak bisa menjenguk.

Sampai akhirnya polisi memberitahu jika Subhan meninggal karena penyakit jantung. Di tubuh yang sudah terbujur kaku itu banyak ditemukan luka lebam.

Pakar hukum sekaligus mantan wakil menteri hukum dan HAM Denny Indrayana mendorong kejanggalan kematian Subhan segera diusut tuntas dan transparan.

Menurutnya, tidak bisa hanya dengan pernyataan akibat penyakit jantung. Polisi mesti melakukan proses visum.

"Karena polisi berkepentingan membuktikan bahwa tidak ada kekerasan [akibat kematian Subhan]," ucapnya kepada apahabar.com, Minggu (12/6).

“Sebelum Subhan ada nama Sarijan hingga Iyur, target operasi yang tewas di tangan kepolisian”

Bila bukti konkret kematian Subhan tak dibuka, maka Denny melihat kecurigaan dan perspektif liar sudah pasti muncul di masyarakat.

Sabtu dini hari, sekira pukul 01.00, salah seorang polisi mendatangi rumah keluarga Subhan. Dia meminta Sonia istri Subhan untuk ikut ke Rumah Sakit Bhayangkara Banjarmasin.

Namun di sana, Sonia sudah melihat suaminya terbujur kaku. Tak bernyawa. Luka lebam memenuhi tubuhnya. Polisi bilang jika Subhan meninggal karena penyakit jantung.

Keluarga yang tak percaya membawa jasad Subhan ke Rumah Sakit Ulin Banjarmasin. Keluarga meminta diperiksa lebih lanjut soal penyebab kematiannya.

Namun permintaan itu tidak bisa diterima oleh pihak rumah sakit. Dalihnya karena tidak ada surat permintaan dari kepolisian.

Sehingga dengan berat hati, jasad Subhan langsung dibawa pulang ke rumah untuk disemayamkan.

Denny kemudian meminta lembaga pengawas internal kepolisian turun tangan untuk menjawab keganjilan yang dirasakan pihak keluarga Subhan.

"Polisi berkata tanyakan kepada dokter [penyebab kematian Subhan], sedang dokter menyebut tidak bisa dilakukan visum karena tidak ada permintaan kepolisian," ujar Denny.

"Polisi dan dokter yang menangani jangan saling lempar," sambungnya.

Kapolresta Banjarmasin, Kombes Sabana Atmojo pada kesempatan sebelumnya tak merespons gamblang soal kematian Subhan.

“Silakan tanyakan ke dokter yang menangani agar jelas sebab musababnya karena menyangkut kesehatan,” singkatnya, Sabtu (12/6).

Sampai berita ini ditayangkan, apahabar.com masih terus melakukan penelusuran terhadap dokter yang dimaksud oleh Kombes Sabana.

Lantas, bagaimana respons Kapolda Kalsel Irjen Pol Rikwanto? Kapolda mempersilakan keluarga Subhan untuk melapor.

"Dipersilakan melaporkan ke bidang Propam dan kalau memang ada kesalahan pada anggota sudah pasti kami tindaklanjuti dengan proses hukum yang ada," ujarnya melalui Kabid Humas Kombes Pol M Rifai, Minggu (12/6) dini hari.

Bukan yang Pertama

Dalam kurun kurang dari setahun, tiga target operasi kepolisian tewas setelah diamankan. Foto ilustrasi: Istimewa

Medio Desember 2021, seorang target operasi narkotika bernama Sarijan (61) juga tewas di tangan kepolisian. Malam itu, Sarijan tewas dalam penggerebekan yang dilakukan Polres Banjar di sebuah gubuk Desa Pemangkih, Kabupaten Banjar.

Satu-satunya saksi mata yaitu istri Sarijan dan seorang anaknya yang balita melihat jika Sarijan digebuki sejumlah polisi berpakaian sipil. Wajah Sarijan penuh luka lebam, darah segar mengucur dari hidungnya.

Sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawa terduga pengedar sabu asal Teluk Tiram ini melayang. Enam anggota Satresnarkoba Polres Banjar lalu dinonaktifkan. Mereka berstatus terperiksa.

Sayang enam bulan berlalu, tidak lagi terdengar kelanjutan proses hukum keenam polisi ini. Berkali-kali apahabar.com menghubungi pihak Polda, namun tak ada jawaban.

24 Mei 2022 lalu, keluarga Sarijan memberi tenggat waktu satu bulan. Jika Polda tidak juga memberi kepastian hukum terhadap para terduga pembunuh Sarijan, kasus ini bakal dibawa ke Mabes Polri.

Apakah berhenti di kasus Sarijan? Rupanya tidak. Minggu 3 April 2022, seorang terduga pengedar sekaligus residivis bernama Yurdiansyah (45) juga tewas di tangan kepolisian.

Iyur, sapaan karibnya, tewas dalam upaya penangkapan polisi di pertigaan Gang Bina Remaja, Desa Jawa Laut Kabupaten Banjar. Sempat empat kali bunyi tembakan terdengar.

Usai penembakan, sebuah mobil berkelir hitam datang. Iyur dibawa ke rumah sakit. Tanpa didampingi satu orang pun keluarga.

Nahas nyawanya tak mampu tertolong. Keluarga Iyur makin terkejut ketika melihat lima mata luka yang diyakini bekas tembakan. Dua di dada, satu di perut, dan dua lagi di paha kiri kanan.

Polisi berdalih terpaksa mengambil tindakan tegas lantaran Iyur coba melawan dengan senjata tajam.

Sama seperti kasus Sarijan, kasus kematian Iyur bak lenyap ditelan bumi. Kali terakhir dihubungi terkait kasus Iyur, 6 April 2022, Kombes Rifai mengatakan belum satupun personel kepolisian menjadi terperiksa dalam kematian Iyur.

Dari berulangnya kasus, Prof Denny melihat publik membutuhkan penjelasan tuntas, dan tegas pihak kepolisian mengenai fakta-fakta kematian Sarijan, Iyur dan kini Subhan.

"Apalagi ini buka kasus pertama. Kalau memang ternyata ada kesalahan hingga mengabitkan warga meninggal, maka pertanggugjawaban tidak cukup hanya sanksi kepegawaian [pemecatan], tapi juga pidana, karena bisa dianggap sebagai pembunuhan," jelas doktor hukum jebolan Universitas Melbourne, Australia ini.

Kembali terulangnya kasus kematian target operasi kepolisian, juga disayangkan Praktisi Hukum dari Borneo Law Firm, Muhammad Pazri.

“Harus diusut tuntas seperti kasus-kasus sebelumnya. Apakah ada pelanggaran prosedur atau tidak. Ini menyangkut nyawa manusia dan bisa melanggar HAM," ujarnya dihubungi terpisah, Minggu (12/6).

Seseorang yang masih berstatus terduga, belum menjadi tersangka, mempunyai hak membela diri atau due process of law. Itu yang harus dipenuhi oleh kepolisian.

"Perlu evaluasi dan diingatkan lagi tim polisi yang bergerak di lapangan apakah sudah mengimplementasikan asas legalitas, kebutuhan dan proporsionalitas," ujar doktor hukum jebolan Universitas Islam Sultan Agung ini.

KronologisPenyergapan Maut di Martapura: Ditabrak, Lalu Diseret, Iyur Tewas Ditembak

Jangan Lupakan Kasus Sarijan, Kakek Teluk Tiram yang Tewas dalam Penggerebekan Polisi

Trauma Keluarga

Jasad Subhan telah dikubur, kesedihan dan trauma masih terus membayangi keluarga, istri hingga dua anaknya yang masih balita.

“Anak saya yang 3 tahun itu sampai bilang papahku meninggal dipukul polisi,” cerita Sonia.

“Dua hari sebelum suami saya meninggal, dua anak saya selalu cerewet,” lanjutnya.

Yang membuatnya makin kesal, sebelum meninggal Subhan, kata polisi ke Sonia, sempat dilarikan ke rumah sakit sebanyak dua kali. Tapi lagi-lagi keluarga tak pernah diberitahu.

“Ada juga kawan yang memberitahu jika selama ditahan, suami saya tidak bisa berdiri gegara dipukuli. Namun saat hendak dijenguk selalu tidak bisa,” kisahnya.

Di balik rasa duka mendalam karena ditinggalkan suami tercinta, Sonia kini juga bingung karena harus jadi tulang punggung dan memberi nafkah kepada dua anaknya yang masih sangat kecil.