Penyusun Kamus Bahasa Banjar

Sosok Abdul Djebar Hapip, Penyusun Kamus Bahasa Banjar

Penyusun Kamus Bahasa Banjar adalah Profesor Abdul Djebar Hapip. Beliau juga Guru Besar dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Sosok Abdul Djebar Hapip Penyusun Kamus Bahasa Banjar. Foto: istimewa

apahabar.com, JAKARTA – Penyusun Kamus Bahasa Banjar adalah Profesor Abdul Djebar Hapip. Beliau juga Guru Besar dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Abdul Djebar Hapip adalah Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat, beliau memulai perjalanan penting dalam pelestarian Bahasa Banjar pada tahun 1974. Saat itu dia terpilih menjadi satu-satunya wakil dari Kalimantan Selatan untuk mengikuti pelatihan Leksikografi.

Pelatihan ini diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 

Dengan bahan yang sangat terbatas, yang hanya terdiri dari beberapa kosakata yang beliau ingat dari penggunaan sehari-hari, Abdul Djebar Hapip mulai mengumpulkan dan menyusun kosakata demi kosakata Bahasa Banjar. Inilah awal dari pembentukan pra-kamus Bahasa Banjar.

Pada tahun 1976, pra-kamus yang berisi tidak lebih dari 300 kosakata ini dicetak oleh Pusat Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Abdul Djebar Hapip, yang juga meraih gelar Master of Arts dalam bidang Educational Management dan Curriculum Development dari School Of Education McQuarie University Sydney, menyadari pentingnya melestarikan Bahasa Banjar.

Baca Juga: Langgar Al-Hinduan, Lebih Seabad jadi Saksi Bisu Pergerakan Nahdlatul Ulama di Banjarmasin

Beliau menyadari bahwa bahasa Banjar memiliki aturan, norma, dan tata bahasa tersendiri, dan karena kedekatannya dengan bahasa Indonesia, ada potensi bahasa Banjar mengalami kepunahan karena pengaruh bahasa Indonesia.

Kamus Bahasa Banjar karya Abdul Djebar Hapip. Foto: artikel rumah123

Menurutnya, kehilangan suatu bahasa juga berarti kehilangan identitas etnisnya. Oleh karena itu, menyusun kamus adalah salah satu cara untuk mendokumentasikan bahasa Banjar, baik kosakata yang masih digunakan maupun yang sudah tidak terpakai lagi.

Abdul Djebar Hapip melihat media kamus sebagai sarana yang paling efektif untuk melestarikan bahasa Banjar. Kamus yang ia susun memiliki dua fungsi utama. Pertama, sebagai rujukan untuk mencari padanan kata dengan Bahasa Indonesia. Kedua, sebagai alat pendokumentasian.

Baca Juga: Sejarah Banjarmasin Jembatan Dewi⁣⁣⁣⁣⁣ Hari Ini, Jembatan Coen di Masa Lalu

Beruntung pada tahun 1993, dengan dukungan dari The Toyota Foundation, beliau mendapat kesempatan untuk melakukan penelitian di berbagai wilayah di Kalimantan Selatan, termasuk perjalanan hingga ke pegunungan Meratus untuk mendapatkan bahasa asli yang digunakan oleh masyarakat pedalaman Banjar.

Beliau juga menjalankan penelitian serupa di Kalimantan Tengah dan berinteraksi dengan penduduk di sepanjang pesisir Palangkaraya. Bahkan, ia melakukan perjalanan ke Riau, di mana beliau menghabiskan tiga minggu berinteraksi dengan masyarakat di daerah Tambilahan, Muara Tungkal, dan Sapat.

Di sana, beliau menemukan banyak kosakata kuno Bahasa Banjar Archais (Kono). Selama kunjungannya, beliau juga turut serta dalam kunjungan ke pasar tradisional dan dengan seksama mengamati perilaku serta bahasa yang digunakan oleh orang-orang di sana, yang sebagian besar berasal dari suku Banjar.

Untuk mengumpulkan sebanyak mungkin kosakata Bahasa Banjar kuno, sejumlah mahasiswa dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ikut aktif terlibat dalam mencari informan, terutama para orang tua di wilayah setempat. Mereka mendorong orang-orang ini untuk berbicara dalam Bahasa Banjar atau mengajak mereka menulis cerita dalam bahasa tersebut.

Selain itu, dalam upayanya untuk menggali Bahasa Banjar kuno, sebuah disertasi dari seorang peneliti Belanda, J.J. Raas, yang diterbitkan pada tahun 1968 oleh Martinus Nijhoff di The Hague ikut dijadikan referensi. Disertasi ini meneliti sebuah tulisan tanpa nama yang berjudul "Hikayat 1 Bandjar."

Baca Juga: Ketel Uap Kapal Kolonial Ditemukan di Musala Al Hinduan Banjarmasin

Masa kecil yang penuh keindahan dari Abdul Djebar Hapip ternyata juga memberikan kontribusi yang berharga dalam penemuan beberapa kosakata yang umumnya digunakan di berbagai wilayah di Kalimantan Selatan.

Pada masa kecilnya, Abdul Djebar sering berinteraksi dengan penduduk pendatang di Banjarmasin. Mereka berasal dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan, termasuk Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan wilayah lainnya.

Namun, salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Abdul Djebar dalam penyusunan kamusnya adalah bahwa Bahasa Banjar adalah bahasa lisan, bukan bahasa tertulis. Sebagai contoh, ketika merujuk pada suatu benda, penduduk dari berbagai daerah dalam Kalimantan Selatan mungkin memiliki variasi dalam penyebutan benda tersebut, meskipun maksudnya sama. Oleh karena itu, ia harus memutuskan mana ucapan yang seharusnya dimasukkan dalam kamusnya.

Dalam Bahasa Banjar, terdapat dua dialek utama yang ditemukan, yakni dialek Bahasa Banjar Hulu dan Bahasa Banjar Kuala. Dalam dialek Banjar Hulu, penggunaannya terbatas pada bunyi vokal (a), (i), dan (u), sementara dalam dialek Banjar Kuala, selain menggunakan huruf vokal (a), (i), dan (u), terdapat juga penggunaan bunyi (e) dan (o). Di dalam Banjar Hulu dan Banjar Kuala, ditemukan dua kosakata yang berbeda untuk menyebut satu objek yang sama.

Pada tahun 1993, Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan mengeluarkan sebuah surat keputusan yang mengamanatkan Bahasa Banjar (BB) sebagai salah satu materi muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Kemudian, pada bulan Agustus 1997, kamus Bahasa Banjar mencapai edisi ke-III dengan penambahan entri baru, perbaikan dalam contoh penggunaan kata-katanya, dan penambahan penjelasan singkat mengenai Fonologi dan Morfologi Bahasa Banjar untuk membantu pemahaman lebih lanjut mengenai struktur Bahasa Banjar.

Ada hal yang menarik dalam Kamus Bahasa Banjar yang tidak terdapatnya huruf-huruf F, Q, V, dan Z. Sebagai gantinya, huruf F dan V digantikan oleh P, huruf Q digantikan oleh K, dan huruf Z digantikan oleh S atau J.

Kamus Bahasa Banjar ini telah mengalami enam kali penerbitan hingga tahun 2008, diterbitkan oleh berbagai penerbit, baik lokal maupun nasional. Kamus ini memiliki total 205 + xxxiv halaman dengan sampul yang bervariasi sesuai dengan preferensi penerbitnya.

Selama masa kepemimpinan Drs. Gusti Hasan Aman sebagai Gubernur Kalimantan Selatan, kamus ini sering dibagikan kepada sekolah-sekolah dan beberapa dinas di lingkungan Pemerintah Daerah.

Pria kelahiran Banua Anyar Banjarmasin pada tanggal 13 September 1935, dengan bangga mengetahui bahwa kamus yang ia susun telah menjadi bagian dari koleksi Universitas Leiden di Belanda.

Namun, pada tanggal 19 Juni 2019, Abdul Djebar Hapip tutup usia akibat penyakit jantung yang dideritanya, dan ia dimakamkan di Pemakaman Guntung Lua, Kota Banjarbaru.

Dengan usahanya yang gigih dan ketulusan hati untuk melestarikan bahasa dan budaya Banjar, Profesor Abdul Djebar Hapip akan selalu dikenang sebagai pahlawan bahasa yang telah memberikan kontribusi besar bagi warisan budaya Kalimantan Selatan.