Hot Borneo

Soal Wajah dan ‘Untalan’ Pembunuh Menwa Amuntai di Barabai

apahabar.com, BARABAI – Sidang kasus pembunuhan Rika Safitri (20) digelar tertutup. Meninggalkan sedikit kekecewaan bagi keluarga….

Terdakwa Sandri mengikuti sidang secara daring dari Lapas Barabai. Foto: Raisya untuk apahabar.com

apahabar.com, BARABAI – Sidang kasus pembunuhan Rika Safitri (20) digelar tertutup. Meninggalkan sedikit kekecewaan bagi keluarga.

Total, sebanyak sembilan saksi yang diperiksa pada lanjutan kasus pembunuhan disertai pemerkosaan yang menimpa anggota resimen mahasiswa (menwa) Stiper Amuntai itu.

Digelar secara tertutup di Pengadilan Barabai, Kamis (8/9), keluarga Rika hanya dapat menyaksikan tampang Sandri dari layar kaca telepon genggam. Sandri sendiri mengikuti sidang secara virtual dari Lapas Barabai.

“Yang ditanyakan sama saja dengan apa yang dijadikan acuan awal para saksi bersaksi atau perkataan dan perbuatan masing-masing,” ujar Raisya, kakak mendiang Rika kepada apahabar.com, Jumat sore (9/9).

Sidang digelar secara tertutup lantaran materi kasus Rika bermuatan kekerasan seksual. Selain Rika, masih ada satu korban lain yang masih di bawah umur.

Sandri yang mengikuti sidang secara virtual dari Lapas Barabai tampak hanya banyak diam. Sesekali ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan saksi.

“Yang kami ingat adalah perkataan terakhirnya, dia meminta maaf kepada abah, mama dan saudara Rika,” ujar Raisya.

Abah Rika yang tampak masih sakit hati menyahut sinis permintaan maaf Sandri. Nyawa dibayar nyawa. “Daripada dihukum penjara lebih kamu dihukum mati, tidak guna hidup,” ujar Raisya menirukan perkataan abahnya.

Terlepas dari itu, ada yang menarik perhatian keluarga Rika. Yakni perubahan drastis pada wajah Sandri.

“Kami terkejut melihat mukanya, seperti tidak menyangka, meskipun hanya lewat HP rasanya berubah 100 persen,” sambung Raisya.

Sandri, 26 tahun, yang mengenakan kopiah terlihat lebih kurus. Seperti orang tua renta, wajahnya pucat pasi. Balutan pakaian serba putih menutupi tato di sekujur tangan dan tubuhnya.

“Sudah tidak terlihat lagi aura positifnya, malah yang terlihat seperti ada ‘penunggu’ di badannya akibat dari untalan (ilmu kebal) saja,” ujarnya.

Raisya makin miris melihat Sandri. Sebab, tak satu pun keluarganya terlihat mendampingi. Termasuk orang tua kandungnya.

Biar begitu, Raisya masih sulit memaafkan perbuatan Sandri. Ia pun tak mau ambil pusing apa yang akan dikatakan masyarakat. Sebab, di benaknya masih terlintas bayangan bagaimana Sandri tega menghabisi adik kesayangannya itu.

“Tiap kali kami ingat bagaimana dia menyiksa adik, sungguh luar biasa sakit rasanya. Setiap orang gampang berkata sabar akan tetapi tidak semua orang bisa sabar,” ujarnya.

Keluarga sebelumnya mendengar kabar, sidang akan digelar secara terbuka. Meski kecewa, Raisya yang didampingi keluarga lainnya beserta rekan-rekan mendiang Rika mencoba tenang.

“Kami berharap dia dihukum mati. Kami yakin jika tidak dihukum mati, pasti akan tetap mati. Asal, dihilangkan atau dibuang dulu untalannya di tubuhnya,” sambungnya.

Sehari sebelum pembunuhan, Sandri sempat bertemu dengan ayahanda Rika. Sandri disuguhkan makanan dan minum di rumah mendiang. Bahkan diberi tambahan ongkos ketika hendak pulang ke Barabai. Kedatangan Sandri sore itu guna mengantarkan Iphone yang dipesan Rika.

Kepada ayah Rika, Sandri mengaku mendapat kajian ilmu kebal dari tempat asalnya, Kalteng. Ia menyalinnya dari sang ayah. Sandri sebenarnya sudah pernah berniat membuang untalan tersebut ke salah seorang pemuka agama setempat. Tapi nyatanya tidak bisa. Lantaran orang tuanya masih hidup.

Menurutnya, tiap orang yang memiliki kajian atau untalan biasanya tidak mau mati, kecuali ada yang mau mengganti. “Inilah contoh anak yang sedari kecil sudah diberi untalan hingga merasa dirinya yang terlalu melewati batas, hatinya pun tidak mempunyai empati dan selalu merasa jadi jagoan,” sambung Raisya.

“Yang jelaslah, kalau orang yang bisa melihat (indigo) itu maka lain wajahnya lagi tetapi jin atau khadam-nya. Dari bentuk kajian apa yang diuntalnya itu,” ujarnya.

Kronologis Lengkap

Fakta Baru, Menwa Amuntai Itu Diperkosa Lalu Dihabisi

Rika ditemukan sudah tak bernyawa pada Minggu 3 April 2022. Jasadnya ditemukan oleh seorang nelayan di tengah hutan Desa Haliau, Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Kepala jasad sudah dikerumuni serangga. Celana PDL khas menwa yang dikenakannya sobek hingga sebagian pahanya terlihat.

Dugaan pembunuhan disertai pemerkosaan mencuat. Saat diselidiki, orang terakhir yang ditemui Rika adalah Sandri. Sehari sebelumnya, Rika ditemani adiknya bertolak dari Amuntai menuju Barabai untuk menemui Sandri. Ia tak puas akan Iphone yang telah dibelinya.

Dari kesaksian si adik, Rika kemudian dibujuk Sandri ke kawasan Tanah Habang sekitar 20 kilometer jauhnya dari Barabai Darat. Sandri berkata uang yang akan digunakannya untuk mengembalikan uang Rika kurang. Ternyata itu hanyalah tipu daya.

Rika justru dibawa ke tengah hutan. Dari belakang, ia lalu memukul kepala atlet pencak silat itu berkali-kali dengan batu. Setengah sadar, Rika memberontak ketika Sandri hendak melecehkannya.

Adanya perlawanan membuat residivis kasus pembunuhan itu kewalahan. Sandri yang gelap mata lalu memukul lagi kepala Rika hingga lebih dari 10 kali.

Rika nyaris tak sadarkan diri. Setelahnya Sandri menutup mulut dan mencengkram leher Rika.

Ketika itulah Rika diyakini sudah dalam kondisi sekarat. Dengan lirih Rika, terdengar sayup-sayup ia berucap takbir.

“Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar,” ucap Rika lima kali takbir, seperti ditirukan Sandri saat rekonstruksi siang itu.

Sesuai adegan ke-33, Sandri kemudian melepas celana PDL hijau yang dikenakan anggota resimen mahasiswa itu.

"Ada perlawanan dari korban, tenaga pelaku lebih besar akhirnya kalah juga," ujar Dokter Mia Yulia, saksi ahli pada persidangan kemarin.

Penyebab kematian Rika dipastikan akibat benturan pada kepala belakang. “Trauma benda tumpul,” ujarnya.

Beragam barang berharga, mulai dompet, STNK, sepeda motor hingga handphone milik Rika kemudian dibawanya kabur.

Sehari kemudian, polisi menggerebek sebuah indekos di kawasan Bintara, HST. Namun Sandri sudah tak di tempat.

Informasi yang didapat, Sandri adalah perantauan asal Sampit yang ikut tinggal dengan orang tua tirinya di Barabai Darat. Pemilik kos bilang Sandri sudah tak kembali sejak Sabtu atau tepat di hari hilangnya Rika.

Menerima laporan, Tim Resmob Polda Kalsel bergerak bersama Tim Satreskrim Polres HST mencari keberadaan Sandri. Mengendus Sandri di Kalteng, tim gabungan Polda Kalsel kemudian berkoordinasi dengan Polda setempat.

Pencarian pembunuh Rika baru terlihat titik terang di hari kesembilan. Atau ketika tim mendapati informasi keberadaan Sandri di Desa Muara Kurun.

Selasa 12 April sekitar pukul 07.30, tim gabungan berhasil mengamankan Sandri. Sandri bahkan harus dilumpuhkan karena mencoba berontak dan berteriak memprovokasi warga setempat. Tak ayal sebutir timah panas dari tembakan terukur petugas bersarang di kaki kanan residivis satu ini.

Selain menangkap Sandri, polisi turut menyita barang bukti berupa satu sepatu, jaket hitam dan celana panjang yang diduga digunakan saat aksi pembunuhan. Termasuk sepeda motor Scoopy yang pelat nomornya telah disamarkan pelaku.

Atas aksi kejinya, pemuda yang juga residivis kasus pembunuhan ini disangkakan tiga pasal sekaligus. Dari pencurian dengan kekerasan, pemerkosaan, dan yang terberat dalam pembunuhan berencana. Terkait dakwaan kedua, polisi kabarnya masih menunggu bukti forensik dari Banjarmasin.

“Saya sakit hati karena diminta membayar uang [pengembalian hape] oleh korban,” ujar Sandri ketika ditanyai motif pembunuhan Rika oleh polisi.

Cek berita menarik lainnya di artikel Google News.