Soal Politik Uang di Kalsel, Pengamat: Tangkap Pemberi Duit, Bukan Rakyat

Praktik politik uang atau Money politik menjadi penyakit setiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Praktik politik uang atau Money politik menjadi penyakit setiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Bahaudin Qusairi

apahabar.com, BANJARMASIN - Praktik politik uang atau money politik menjadi penyakit setiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu), termasuk di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Pengamat politik, Muhammad Effendy menyebut penyebaran politik uang sudah dimulai sejak pendaftaran calon legislatif (Caleg) hingga pemilihan pimpinan partai politik (Parpol).

“Ketika caleg didudukkan di nomor urut sudah beredar, sampai pada penepatan Dapil (daerah pemilihan). Itu uang beredar terus,” ujarnya saat Dialog Ambin Demokrasi, di Restoran Lima Rasa Banjarmasin, Kamis (4/5/2023).

Mantan Komisioner KPU Kalsel ini pun menekankan bagian pesta demokrasi 5 tahunan tersebut menjadi mahal.

Kala itu, kata dia para caleg mengambil jalan pintas menarik masyarakat memilihnya dengan memberikan uang dan bentuk lain.

“Money politik itu bagian dari menggiring masyarakat untuk memilih Caleg atau kepala daerah,” ujarnya.

Menurutnya, peredaran politik uang ketika kampanye ini kian sulit diberantas menjelang waktu pencoblosan Pemilu 2024.

Baginya, mereka yang terlibat dalam politik uang bukanlah rakyat, tetapi hampir merata keseluruh kalangan masyarakat.

Padahal, larangan politik uang diatur Undang Undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tegas mengatur konsekuensi bagi peserta pemilu.

“Jadi kalau mau menegakan hukum, kita tidak bisa mau menangkap wakil rakyat. Tapi tangkap pemegang duitnya. Siapa pemberi duit, pasti Caleg dan calon kepala daerah,” ucap dosen FH ULM Banjarmasin ini.

Apabila begitu, lanjut dia bahwa praktik politik uang bakal mengalami penurunan karena takut ketika oknum terlibat sudah ditangkap.

“Kalau yang ditangkap masyarakat kampung, yang menerima Rp 100 ribu, Rp 200 ribu tidak berpengaruh apa apa. Karena semua orang tau, orang di kampung itu menerima duit,” tuturnya.

Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kalsel, Winardi Sethiono menekankan politik uang sangat kental mewarnai Pemilu serentak 2024 di Kalsel.

Apalagi politik uang ditingkat bawah, seperti Rukun Tertangga (RT) dan lainnya.

“Inilah masa mereka panen, itu harus dihindari. Jangan sampai kita berpikir yang berkaitan dengan money politik,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat harus menggunakan hak suaranya saat waktu pencoblosan Pemilu 2024.

Ia pun meminta masyarakat jangan sampai berpikir untuk menggunakan hak suaranya ketika ada uang.

“Kewajibkan kita memberikan suara kita terhadap orang orang yang kita pilih. Kita lihat visi dan misinya apa,” pungkasnya.

Baca Juga: Gerindra Kalsel Masukan Daftar Caleg ke KPU Jelang Habis Masa Pendaftaran