SMK sebagai Lulusan Siap Kerja, Memiliki Tingkat Pengangguran Tinggi

SMK sebagai lulusan siap kerja, turut kontribusi Besar Ciptakan pengangguran muda

Pendiri Gerakan Sosial OK OCE Indonesia, Indra Cahyo Uno. (Foto tangkapan layar)

apahabar.com, JAKARTA – Pendiri Gerakan Sosial OK OCE Indonesia, Indra Cahyo Uno, mengungkapkan SMK sebagai lulusan siap kerja, justru memiliki tingkat pengangguran yang tinggi

“Berdasarkan data dari BPS, persentase pengangguran SMK sebesar 10,38 persen per Februari 2022,” ujarnya dalam acara UMKM Go Online Virtual Expo di Jakarta, Selasa (11/10).

Usia muda dalam data tersebut terhitung dari umur 15- 24 tahun, yang sudah masuk ke dalam angkatan kerja.

Baca Juga: Promosi Produk UMKM Menurun, Simak Tips Promosi Medsos Supaya Penjualan Lebih Maksimal

Posisi kedua dalam data pengangguran muda berdasarkan tingkat pendidikan, ditempati lulusan SMA dengan persentase 8,35 persen.

Keempat, diisi oleh mereka yang lulus dari tingkat pendidikan universitas dengan persentase sebesar 6,17 persen.

“Melihat persentase tersebut, tingkat pendidikan tidak menjamin mendapat kerja,” kata Indra.

Alasan lulusan SMK sebagai penyumbang tertinggi pengangguran, disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah lapangan kerja untuk menyerap lulusan SMK, jumlahnya masih sangat sedikit.

Baca Juga: UMKM Sudah Go Digital, Jangan Lupa! Toko Fisik juga Penting

“Kemungkinan lainnya, pengetahuan yang diterima pemuda tersebut, sudah tidak relevan di dunia kerja,” ungkapnya.

Melihat data yang lebih luas, Berdasarkan dari dari International Labour Organization, Indonesia menempati posisi pertama penyumbang pengangguran muda di Asia Pasific.

Persentase kontribusi Indonesia dalam tingkat pengangguran muda, mencapai 16,3 persen, per Kuartal I tahun 2020.

“Jumlah tersebut lebih tinggi dari negara tetangga, Malaysia,” jelas Indra.

Baca Juga: UMKM Ingin Branding? Kenali Dulu 5 Komponen Penting di Dalamnya

Salah satu cara untuk menurunkan tingkat pengangguran tersebut, masyarakat perlu diberikan lebih banyak akses lapangan perkerjaan.

Cara lainnya, kata Indra, dengan membuka lebih banyak akses pendampingan dan pelatihan untuk memberi kesempatan pengangguran menjadi wirausahawan.

Penurunan tingkat pengangguran muda perlu diturunkan untuk mengantisipasi bonus demografi tahun 2030.

“Bonus demografi tersebut artinya Indonesia akan memiliki banyak masyarakat usia produktif di tahun 2030,” tutupnya.