Siti Manggopoh

Siti Manggopoh, Singa Betina dari Minangkabau

Banyak pejuang perempuan yang terlupakan. Siti Manggopoh salah satunya. Padahal jasa dan keberaniannya melawan Belanda luar biasa.

Pahlawan perempuan dengan julukan Singa Betina dari Minangkabau, Siti Manggopoh. Foto: Beautynesia

apahabar.com, JAKARTA Banyak pejuang perempuan yang terlupakan. Siti Manggopoh salah satunya. Padahal jasa dan keberaniannya melawan Belanda luar biasa.

Lahir di Manggopoh, Agam, Sumatera Barat, pada 1880, ia dikenal sebegai sosok pemberani karena melakukan perlawanan atas penindasan pemerintahan kolonial yang telah menguasai daerah Manggopoh.

Kala itu, pemerintah Belanda memutuskan untuk mendirikan benteng di dalam wilayah yang telah mereka kuasai. Tak hanya itu, mereka memberlakukan sistem kerja paksa terhadap masyarakat pribumi.

Di tengah tekanan yang berat, pemerintah Belanda semakin mencekik masyarakat dengan menerapkan kebijakan pajak. Kebijakan itu membuat masyarakat semakin sengsara.

Hingga pada 1908, Siti Manggopoh yang telah melihat kesengsaraan mesyarakat akhirnya tak diam.  Manggopoh memutuskan untuk membuat gerakan perlawanan. Ia memimpim sekelompok pasukan untuk menyerbu benteng Belanda di Manggopoh, letaknya tak jauh dari benteng Fort de Kock.

Baca Juga: Sejarah Stasiun Parakan, Jalur Tembakau di Masa Penjajahan Belanda

Melansir dari Indonesia Defense, Siti bersama sang suami, Rasyid Bagindo telah menghimpun pasukan yang merupakan sisa kekuatan tempur dari Perang Kamang beberapa waktu sebelumnya.

Dalam strateginya, Siti melancarkan serangkaian serangan dari dalam hutan dengan cara mengendap masuk ke area pertahanan benteng Belanda.

Saat itu, pasukan hanya dibekali senjata parang, keris, ruduih dan ladiang (sejenis golok). Siti bersama pasukannya melakukan serangan di malam hari, setelah melakukan pengintaian kondisi benteng sambil menggendong bayinya.

Dalam pengintaiannya, Siti berhasil mendapatkan catatan mengenai kekuatan Belanda secara lengkap yang akhirnya digunakan untuk menyusun strategi perang.

Tanpa perlu waktu lama, pasukan Siti Manggopoh yang berhasil menembus pertahanan Belanda dan menerobos masuk masuk ke dalam benteng, berhasil membunuh 53 pasukan penjaga.

Menukil dari laman kemdikbud.go.id, Perang Belasting terjadi akibat penerapan pajak yang berlebihan oleh Belanda, baik terhadap kaum Paderi atau Adat, yang pada masa lampau berhasil diadu domba.

Baca Juga: Lomba Panjat Pinang, Dulunya adalah Tontonan Hiburan Warga Belanda

Namun, dalam Perang Belasting, semua elemen bersatu untuk melawan. Walaupun, tidak lebih besar dari perlawanan yang dilakukan pada masa Imam Bonjol.

Siti wafat pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang, Pariaman, Sumatera Barat. Jenazah Siti dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Padang.