Opini

SISKA KU INTIP, Solusi di Tengah Merebaknya PMK

Oleh : Dr.Ir Arief RM Akbar, IPU Program yang digulirkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas…

Ilustrasi. Foto-Istimewa

Oleh : Dr.Ir Arief RM Akbar, IPU

Program yang digulirkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Perkebunan dan Peternakan untuk menuju swasembada daging melalui Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma (SISKA KU INTIP) patut diapresiasi.

Program ini walaupun baru mulai berjalan dan belum genap setahun, tetapi di lapangan ternyata sangat dibutuhkan ketika wabah penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merebak di Indonesia.

Ditutupnya pasokan ternak dari daerah Jawa dan Nusa Tenggara, terutama ke Kalimantan Selatan, menyebabkan defisit kebutuhan daging bagi masyarakat, khususnya menjelang hari raya kurban di awal Juli mendatang.

Hal ini tidak hanya berdampak pada pasokan daging di masyarakat, juga di khawatirkan akan mengurangi ketersediaan bibit indukan unggul di Kalsel jika penutupan pasokan ternak ini berlangsung lama, sehingga pasar akan merespons dengan melakukan pemenuhan melalui ketersedian ternak yang awalnya sebagai indukkan unggul maupun ternak yang belum masuk masa produksi harus masuk ke RPH.

Perkembangan penyakit kuku dan mulut (PMK) di dalam negeri dalam satu bulan ini sudah dalam kondisi yang meresahkan, karena terhubung langsung dengan kebutuhan daging di setiap daerah yang sudah mulai ada pembatasan dalam upaya mencegah penularan yang lebih besar.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, berdasarkan laporan lapangan per 17 Mei 2022, penyakit mulut dan kuku hingga saat ini sudah tersebar di 15 provinsi di Indonesia.

Lebih rinci, dari 15 provinsi, penyakit tersebut sudah terdeteksi di 52 kabupaten/ kota. Populasi ternak di 15 provinsi tersebut tercatat 13,8 juta ekor. Namun, dari jumlah populasi itu, yang benar-benar terdampak ditemukan kasus PMK pada populasi 3,9 juta ternak. Lalu yang benar-benar sudah dinyatakan positif kena PMK ada sekitar 13 ribuan ternak (CNBC Indonesia, 2022).

Program SISKA KU INTIP berbarengan dengan program SISKA (Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit) bersama Advisory Support Group Indonesia Australia Red Meat and Cattle Partnership (ASG-IARMCP) yang sudah berjalan terlebih dahulu di Kalsel akan menjadi sebuah keniscayaan untuk menuju kemandirian daging bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di setiap daerah. Integrasi sapi sawit ini memberikan multi efek bagi peternakan maupun perkebunan sawit.

Saat ini, di tengah kelangkaan pasokan sapi menjelang idul adha akibat merebaknya PMK, serta mahalnya pupuk bagi pekebun kelapa sawit, program SISKA KU INTIP akan menjadi solusi ketersedian ternak, juga ketersedian pupuk organik bagi kebun kelapa sawit ke depan. Merebaknya PMK semakin menyadarkan semua pihak, bahwa kemandirian baik di pertanian dan peternakan menjadi sebuah keharusan.

Potensi luasan kebun kelapa sawit yang mencapai 16 juta hektare dimana sekitar 41% luasannya merupakan kebun petani rakyat berpotensi dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Tersedia potensi 6 juta hektare luasan perkebunan sawit rakyat yang mampu menyediakan pakan hijauan bagi ternak yang akan di kembangbiakkan melalui pola pengembalaan di kebun sawit.

Ketersediaan biomassa pakan untuk sapi sepanjang tahun antara lain berupa, pelepah dan daun sawit, hijauan di bawah naungan sawit, bungkil sawit dan solid. Pemanfaatan kotoran sapi, pelepah sawit, tandan buah kosong) sebagai kompos, baik sebagai pupuk maupun pembenah tanah, serta gulma dapat menjadi makanan ternak.

Melalui integrasi sawit-sapi berpotensi mengurangi biaya pupuk dan herbisida di perkebunan sekitar 30 persen, meningkatkan produksi TBS (tandan buah segar) dan mewujudkan sawit ramah lingkungan sesuai dengan target SDGs yang telah dicanangkan pemerintah. Salah satu manfaat positif intergasi sapi sawit terhadap lingkungan adalah berkurangnya penggunaan pupuk kimia, berkurangnya residu herbisida dan berkurangnya limbah yang menjadi sumber penyakit tanaman.

Keuntungan dari integrasi sapi sawit bagi pengembangan peternakan di Indonesia adalah ketersediaan lahan dan pakan untuk pengembangan sapi, dan berpotensi pengembangan industry pakan, serta dampak positif lainnya adalah meningkatnya jumlah pengelola sapi dan meningkatnya populasi sapi yang berkualitas.

Integrasi sapi sawit juga akan menjadi pemicu munculnya industri hilir, baik hasil peternakan maupun hasil perkebunan, skala UMKM maupun baik skala besar. Hal ini tidak saja akan meningkatkan kesejahteraan para peternak sekaligus pekebun, tetapi juga akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi regional.

Keberhasilan program SISKA KU INTIP harus terus dijaga dan dikembangkan pada skala yang lebih luas dengan melakukan duplikasi di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, mengingat potensi sumber daya lahan dan sumberdaya manusia yang tersedia sangat melimpah.

Peran perguruan tinggi dalam menyiap SDM terampil sangat menentukan bagi kelancaran dan pengembangannya ke depan. Untuk itu kolaborasi Fakultas Pertanian ULM, Fakultas Peternakan UGM , Fakultas Peternakan IPB serta SISKA Supporting Program yang sudah berjalan selama ini dalam menyiapkan SDM terampil bagi program SISKA KUINTIP patut di apresiasi dan didukung oleh semua pihak. Saat ini program penyiapan SDM SISKA sudah melibatkan para mahasiswa dari seluruh Indonesia, serta para lulusan SMK dari berbagai daerah di Kalsel dan mereka sudah mengikuti program pelatihan baik di kelas maupun magang di lapangan.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam program integrasi sapi sawit adalah keselarasan antara peternak dan pekebun, karena ada dua kegiatan berbeda didalam area yang sama yaitu kebun sawit. Pemahaman serta keselarasan antar aktivitas keduanya akan menciptakan harmonisasi dalam integrasi sapi sawit. Kordinasi ini menjadi penting agar aktivitas di dalam kebun sawit tidak membahayakan aktivitas sapi yang digembalakan, dan aktivitas pengembalaan tidak menggangu serta menghambat aktivitas pemeliharaan dan pemanenan di kebun sawit.

Kedua aktivitas yang berbeda ini jika selaras akan menjadi sinergi yang luar biasa. Lahan sawit mendapatkan pasokan nutrisi dari urin dan kotoran sapi, dan sapi mendapatkan pasokan hijauan. Keselarasan ini menjadi titik kritis dilapangan bagi pengembangan dan keberhasilan program integrasi sapi sawit menuju swasembada daging nasional.

*

Penulis adalah Kordinator MAKSI Kalsel (Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia)