Sikap Dinkes Banjarmasin Soal Larangan Obat Sirup

Kemenkes RI mengimbau penghentian pemakaian hingga penjualan obat sirup untuk sementara waktu.

Sejumlah orang tua memeriksakan kesehatan anaknya di salah satu fasyankes di Banjarmasin. Foto-apahabar.com/Riyad

apahabar.com, BANJARMASIN - Kemenkes RI mengimbau penghentian pemakaian hingga penjualan obat sirup untuk sementara waktu.

Imbauan ini sendiri dikeluarkan setelah ditemukannya 192 kasus gagal ginjal akut misterius yang dialami anak-anak di Indonesia.

Hal itu tertuang dalam surat yang dikeluarkan Kemenkes RI Nomor SR.01.05/III/3461/2022.

Isinya tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.

Dalam keterangannya kepada wartawan, juru bicara Kemenkes RI, dr M Syahril menyarankan agar menggunakan obat dalam bentuk lain.

"Sebagai alternatif, bisa menggunakan obat dalam bentuk tablet, kapsul, suppositoria alias obat solid atau padat, dan lainnya," ujarnya.

Selain mengimbau untuk tidak menggunakan obat sirup sementara waktu, Syahril menyampaikan kepada para orang tua untuk mewaspadai gejala gagal ginjal akut pada anak. Misalnya, seperti terjadinya penurunan jumlah atau volume urine, dan frekuensi buang air kecil.

Lantas bagaimana sikap Dinkes Banjarmasin menanggapi hal tersebut?

Sekretaris di Dinkes Banjarmasin, dr Dwi Atmi Susilastuti mengatakan bahwa pihaknya akan mengikuti instruksi tersebut.

Namun, kata dia, perlu langkah lebih lanjut. Yakni mengeluarkan surat imbauan ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Banjarmasin selain ke puskesmas.

"Ini perlu koordinasi lebih lanjut," kata Dwi, Rabu (19/10).

"Kami sangat menghormati edaran dari kemenkes. Dan tentu, edaran itu akan ditindaklanjuti terlebih dahulu oleh Dinkes Provinsi Kalsel," tambahnya.

Bukan tanpa alasan. Menurutnya, Dinkes Banjarmasin dan kabupaten/kota lainnya di Kalsel, akan melaksanakan arahan secara berjenjang.

"Tapi, kami akan berkoordinasi dan meminta arahan Dinkes Provinsi Kalsel, sekaligus berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Juga dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," jelasnya.

Demikian pula bila suatu waktu nanti ada larangan atau pun penarikan obat sirup dari pasaran.

"Ini, tentu kewenangan BPOM lah yang menyatakan itu. Dinkes, tidak bisa mengambil keputusan sendiri," ujarnya.

Khusus untuk puskesmas, Dwi bilang, pihaknya masih menunggu surat edaran lanjutan.

"Akan tetapi, kami sudah mengimbau untuk menyetop atau jangan memberikan dan meresepkan obat sirup sementara waktu. Sambil menunggu arahan selanjutnya dan hasil koordinasi ke berbagai pihak terkait," bebernya.

Langkah dalam waktu dekat yang diupayakan saat ini adalah pencegahan sedini mungkin.

"Dalam hal ini, karena berkaitan dengan kasus gagal ginjal akut, tentu sedini mungkin kami menguatkan deteksi dini melalui sistem surveilan," ungkapnya.

Hasilnya, Dwi menjelaskan bahwa hingga hari ini, pihaknya mengaku belum mendapatkan laporan adanya kasus berupa penyakit gagal ginjal akut pada anak di Kota Banjarmasin.

"Kami sudah meminta tim surveilan yang tersebar di tiap puskesmas. Bila ada gejala yang mengarah pada anak, tentu harus dilaporkan. Mereka terus memantau," tekannya.

"Dan sebenarnya, surveilan ini sudah bergerak dari dulu. Sebagai contoh untuk kasus varian baru COVID-19. Tim surveilan itulah yang sebelumnya mendeteksi adanya varian baru itu di sini," imbuhnya.

Disinggung mengenai apa gejala gagal ginjal akut misterius itu, Dwi mengatakan bahwa gejalanya mirip dengan demam.

Kendati demikian menurutnya, untuk diagnosa pasti atau lebih jauh, ada pada kewenangan dokter spesialis anak yang ada di rumah sakit.

"Baik dari rumah sakit milik pemerintah daerah maupun rumah sakit swasta lainnya. Gagal ginjal akut, bila sudah terdiagnosa itu angka kematiannya tinggi. Kami tak ingin kecolongan, jadi kami lakukan pendeteksian secara dini," takannya.

"Dengan demikian, penanganan bisa cepat dan angka kematian bisa ditekan," tutupnya.