Kalsel

Sidang Perkara Bayu Tamtomo Dianggap Superkilat, Juru Bicara PN Banjarmasin Buka Suara

apahabar.com, BANJARMASIN – Tim Advokasi Keadilan untuk D dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat menyatakan telah…

Oleh Syarif
Bripka Bayu Tamtomo, anggota Satnarkoba Polresta Banjarmasin. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Tim Advokasi Keadilan untuk D dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat menyatakan telah menemukan sederet kejanggalan dalam proses perkara Bayu Tamtomo.

Dalam rilis yang dibuat Tim Advokasi menyebut pada Senin malam (24/1), ada sebanyak 6 poin dugaan kejanggalan yang ditemukan dalam proses penanganan perkara itu.

Salah satunya soal proses sidang di Pengadilan Negeri Banjarmasin yang dinilai superkilat. Pasalnya, proses persidangan hanya dilakukan dalam waktu 31 hari kerja atau 43 hari kalender.

“Proses sidang yang berlangsung sangat cepat, yakni dari sidang pertama tanggal 30 November 2021 dan sidang putusan/vonis tanggal 11 Januari 2022,” ujar Dekan Fakultas Hukum ULM, Prof Abdul Halim Berkatullah dalam keterangan tertulisnya.

Lantas apa tanggapan PN Banjarmasin soal anggapan sidang superkilat itu? Anggapan itu ditepis Juru Bicara PN Banjarmasin, Aris Bawono Langgeng.

Aris menyatakan bahwa sidang berjalan seperti biasa. “Sidang ada 7 kali. Normal saja, jadi agak cepat karena saksi pemeriksaan hadir di persidangan,” ujar Aris, Selasa (25/1).

Aris mengatakan bahwa dari informasi yang ia terima dari majelis hakim yang saat itu diketuai oleh Ketua PN Banjarmasin, Moch Yuli Hadi dengan hakim anggotanya, Raden Roro Endang Dwi Handayani dan Moh Fatkan, korban telah dihadirkan sebanyak 2 kali dalam sidang.

Lalu bagaimana soal korban tak dihadirkan dalam sidang putusan? Menurut Aris hal itu bukan sesuatu hal yang wajib. Sebab korban sudah diwakilkan Jaksa Penuntut Umum.

Sehingga menurut Aris korban dan jaksa penuntut bisa intens berkomunikasi terkait proses persidangan tersebut.

Sedang untuk pengadilan sudah ada Sistem Informasi Penelusuran Perkara yang telah disediakan.

“Seharusnya demikian karena di persidangan korban diwakili oleh Negara, dalam hal ini JPU,” jelasnya.