Sidang Perdana Korupsi Kades Batalas Tapin, Terungkap Pembelian Fiktif Baju Sasirangan

Kepala Desa Batalas, berinisial SA, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Ia menghadapi persidangan atas dugaan kasus korupsi dana desa

Oleh Sandy
Proses sidang SA di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin. Foto: Kejari Tapin

bakabar.com, RANTAU - Sejumlah fakta dibeberkan dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Desa Batalas, Tapin, berinisial SA di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kamis (19/9) lalu.

Kasus tersebut telah menyedot perhatian publik, karena SA diduga menggelapkan Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Adapun sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin dipimpin hakim ketua Suwandi,  serta didampingi Feby Desry dan Herlinda selaku dua hakim anggota. 

Sidang beragendakan pemaparan sejumlah bukti yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bimo Bayu Aji Kiswanto dari Kejaksaan Negeri Tapin.

Terdakwa SA diduga menyalahgunakan anggaran di Desa Batalas dalam rentang 2017, 2018 hingga 2019 dengan kerugian negara mencari ratusan juta. Foto: Kejaksaan Negeri Tapin

Dalam persidangan selama tiga jam tersebut, dihadirkan tiga saksi yang  mendukung dugaan penyimpangan dana desa oleh SA selama periode 2017 hingga 2019.

"Sidang berjalan lancar dan keterangan para saksi cukup memberikan gambaran tentang pola penyimpangan yang dilakukan oleh terdakwa," papar Kasi Intel Kejari Tapin, Ronald Oktha, Minggu (22/9).

Berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Tapin, total kerugian negara yang ditimbulkan oleh SA mencapai Rp296.131.822,37.

Kerugian tersebut mencakup beberapa pelanggaran antara lain kegagalan menyetor pajak PPN dan PPh 22 dari kegiatan pembangunan 2019 senilai Rp20.787.422,57,.

Kemudian pengeluaran fiktif untuk belanja barang senilai Rp1.270.277,27, ditambah pembelian fiktif baju sasirangan seharga Rp2.500.000.

Juga ditemukan kelebihan anggaran dalam proyek pembangunan fisik yang dilaksanakan antara 2017 hingga 2019 dengan nilai total mencapai Rp271.574.172,53.

"Korupsi tersebut tidak hanya melibatkan uang negara, juga menghambat proses pembangunan di desa yang seharusnya dapat meningkatkan kualitas hidup warga," beber Ronald.

"Sidang selanjutnya akan digelar dalam waktu dekat untuk mendengarkan keterangan lebih lanjut dari saksi-saksi lain dan pihak terkait," pungkasnya.