Tak Berkategori

Sengketa Kewenangan Objek Pajak Toko Roti di Banjarbaru Selesai

apahabar.com, BANJARBARU – Spanduk mencolok yang dipasang pihak Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Banjarbaru…

BPPRD saat memasang sepanduk bertulisan objek pajak ini belum melunasi kewajiban perpajakan daerah di salah satu toko roti di Banjarbaru. Foto-apahabar.com/ Nurul Mufidah

apahabar.com, BANJARBARU – Spanduk mencolok yang dipasang pihak Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Banjarbaru di salah satu toko roti telah dicabut, setelah polemik sengketa kewenangan objek pajak di toko roti tersebut tuntas.

Kepala BPPRD Kota Banjarbaru, Rustam Effendi membenarkan berakhirnya polemik tersebut. Dia menegaskan jika spanduk yang awalnya mereka pasang sudah dilepaskan kemarin.

“Setelah proses dan beberapa kali diskusi bersama, jadi disepakati bahwa permasalahan sengketa objek pajak ini sudah tuntas. Oleh karena itu, spanduk tersebut kami lepas,” ujarnya Selasa (7/9).

Diceritakan Rustam, kini pajak dari toko roti tersebut masuk dalam kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Yang mana setiap transaksi di toko roti itu masuk dalam skema PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

“Secara singkatnya, kita sudah koordinasi serta berembuk yang cukup panjang soal ini, baik dari BPPRD, DJP melalui Kakanwil Kalsel, Ombudsman pusat dan Kalsel hingga pejabat dari Depdagri dan Depkeu kurang lebih satu pekan ini,” katanya.

Dalam perembukan ini, LHP atau Laporan Hasil Pemeriksaan yang sebelumnya diterbitkan pada Desember 2020 lalu oleh Ombudsman Provinsi ujar Rustam diputuskan dilakukan peninjauan kembali.

“Kesepakatnnya dilakukan peninjauan kembali serta survei bersama. Kita sudah lakukan survei pada Senin kemarin di lokasi dan didapati kesepakatan jika ini masuk PPN, bukan pajak restoran di daerah,” jawabnya.

Menurut Rustam, disepakatinya PPN lantaran toko roti tersebut tidak memproduksi rotinya di lokasi toko.

Selain itu, ketika survei dilakukan, layanan makan di tempat turut tidak didapati.

“Toko ini sistemnya dropping barang (roti) dari pusatnya di Banjarmasin. Lalu kondisinya sekarang juga tidak ada layanan makan di tempat, meski sebelumnya saya pastikan bahwa layanan ini sempat saya temui, makanya saat itu masuk pajak resto daerah,” paparnya.

Dengan hasil survei kemarin, maka dasar pajak yang diterapkan kata Rustam adalah berpatokan pada Pasal 2 PKM no 18 tahun 2015. “Jadi tidak termasuk kriteria jasa boga serta restoran, melainkan masuk PPN.”

Rustam mengaku legawa atas keputusan itu. Yang mana menurutnya bahwa dari awal pihaknya tak begitu menitikberatkan soal nominal pajaknya, melainkan ini katanya jadi pelajaran bersama ke depannya.

“Sesungguhanya kita sangat terbuka, tidak ada sama sekali rasa kecewa atau disayangkan karena (pajak) masuk pusat, ini fair-fair saja. Tapi satu pelajaran bahwa ketika pusat mengambil sebuah kebijakan di daerah itu hendaknya dikomunikasikan dengan daerah dulu agar tidak terjadi hal demikian lagi,” tuntasnya.

Diwartakan sebelumnya oleh apahabar.com, pihak BPPRD Kota Banjarbaru meradang usai adanya keputusan rekomendasi sepihak dari Ombudsman Kalsel terkait kewenangan pajak dari toko roti di Banjarbaru.

Menurut BPPRD Banjarbaru, keputusan Ombudsman Kalsel telah menciderai hasil kesepakatan terakhir kalinya dengan Ombudsman RI serta pihak lainnya.

Bahwasanya penentuan wewenang objek pajak harus melalui survei bersama oleh pihak-pihak terkait. Alhasil BPPRD Banjarbaru memasang spanduk pemberitahuan di lokasi objek pajak.