News

Sempat Memanas, Besok Sidang Lanjutan Edy Mulyadi Soal ‘Jin Buang Anak’

apahabar.com, BANJARMASIN – Besok, PN Jakarta Pusat dijadwalkan menggelar sidang lanjutan sidang kasus Edy Mulyadi soal…

Edy Mulyadi terdakwa siodang kasus pembuat keonaran ‘Tempat Jin Buang Anak’ di PN Jakarta. Foto-net

apahabar.com, BANJARMASIN – Besok, PN Jakarta Pusat dijadwalkan menggelar sidang lanjutan sidang kasus Edy Mulyadi soal ‘jin buang anak’, Kamis (23/6).

Dalam sidang ini, Edy Mulyadi duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa membuat keonaran di kalangan masyarakat karena kalimat ‘tempat jin buang anak’ saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat).

Jaksa mengatakan Edy Mulyadi memiliki akun YouTube dan kerap mengunggah video yang berisi opini atau pendapat pribadi pada 2021 di kanal YouTube yang menimbulkan pro dan kontra.

Adapun dari kanal YouTube Edy Mulyadi, jaksa menyebut ada beberapa konten yang menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran.

Salah satunya konten yang berjudul ‘Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat’. Dalam video ini, ada pernyataan Edy menyebut ‘tempat jin buang anak’. Pernyataan dalam video itu dinilai membuat keonaran di kalangan masyarakat.

Nah, sebelumnya, sidang kasus keonaran ‘tempat jin buang anak’ Edy Mulyadi di PN Jakarta Pusar, Selasa (14/6) lalu sempat memanas.

Awalnya, sebagaimana dilansir detikcom, lantaran Edy Mulyadi mengeluarkan suara tinggi ketika bertanya ke saksi Hengky Primana selaku Kabid Kepemudaan Kemahasiswaan SEMMI.

Suara tinggi itu keluar ketika Edy bertanya terkait BAP Hengky yang menilai pernyataan Edy Mulyadi soal aset-aset negara dijual adalah pernyataan bohong.

“Saya katakan (di video Tolak IKN) negara jual aset, saudara katakan itu bohong betul?” tanya Edy dan diamini Hengky.

Hengky meyakini perkataan Edy itu bohong sebab dia tidak pernah melihat kuitansi jual beli aset negara. Edy pun menganalogikan aset negara dengan sebuah mobil.

“Karena saudara nggak lihat kwitansi. Misal jaksa X punya mobil, Anda pernah lihat kuitansinya?” tanya Edy.

“Karena mobil beliau itu bukan hak milik saya,” jawab Hengky.

Ketika itu juga suara Edy meninggi. Edy teriak meminta jawaban Hengky.

“Anda pernah atau tidak!” ucap Edy.

“Itu bukan hak milik saya!” timpal Hengky.

“Anda pernah atau tidak, jawab pernah atau tidak!” teriak Edy.

Hakim pun mengetuk palu hingga tiga kali dan meminta Edy lebih sopan lagi. Hakim heran mengapa Edy bertanya hingga ribut.

“Bentar-bentar ini kenapa ribut-ribut ini,” ujar hakim ketua Adeng AK.

Edy pun meminta maaf dengan menggerakkan kedua tangannya ke kepala. Dia meminta maaf karena telah membuat kegaduhan.

“Izin majelis hakim janganlah terlalu… izin biar kami teruskan dulu majelis hakim. Satu, terdakwa menyatakan terhadap saksi kami yang kami hadirkan menyatakan bahwa terkait UU ITE padahal kami bukan hanya menerapkan UU ITE, kami sudah mendiamkan majelis hakim. Kedua terdakwa juga seperti itu, tolonglah biar kita juga fair. Tadi didiamkan majelis, terdakwa menyatakan UU ITE padahal ini bukan UU ITE saja,” kata jaksa.

Hakim pun meminta jaksa tidak berkesimpulan dan meminta Edy melanjutkan pertanyaannya ke Hengky dengan syarat Edy harus bersikap sopan.

“Bukan, bukan. Ini kita selesaikan saudara bisa lebih sopan nggak?” tanya hakim Adeng ke Edy dan dijawab ‘bisa’ oleh Edy.

Sidang pun dilanjut, Edy kembali dikasih kesempatan oleh majelis hakim untuk melanjutkan pertanyaan ke saksi Hengky. Edy kembali bertanya seputar pernyataan Hengky yang mengatakan Edy berbohong kala menyebut aset negara dijual dalam video ‘Tolak IKN’ yang ada di channel YouTube Edy Mulyadi.

Setelah Edy selesai bertanya dan majelis ingin selesaikan sidang. Tiba-tiba jaksa menyampaikan keberatan dan menganggap majelis hakim mendiamkan keberatan jaksa.

“Kami keberatan seakan didiamkan…,” kata jaksa.

Hakim lantas keberatan dengan pernyataan jaksa. “Lho kami bukan didiamkan. Lah kalau pertanyaannya (pengacara) nggak ini, saya cut kok. Kok saudara jadi menilai kami ini… saudara jadi menilai kami berpihak? Bagaimana kami menilai kalau saudara… silakan bilang bahwa majelis ini tidak bermartabat lagi kalau saudara bilang seperti itu,” kata hakim ketua Adeng AK.

Hakim Adeng kemudian meminta jaksa menulis surat keberatan. Hakim Adeng juga meminta panitera mencatat keberatan jaksa.

“Silakan kalau Saudara keberatan dengan majelis ini, saudara adukan kepada ketua kami, dengan senang hati, dengan senang hati. Silakan melalui Jaksa Agung sekalipun ya agar majelis ini diganti karena sudah tidak fair. Dicatat, Pak, karena (jaksa) menilai kami sudah berpihak,” kata hakim Adeng.

Jaksa pun meluruskan pernyataannya. Jaksa mengatakan bukan bermaksud menilai hakim berat sebelah.

“Izin majelis kami menyampaikan, jadi bukan kami menjustifikasi majelis berpihak, cuma kami kan menunggu dimana tadi kan terdakwa menanyakan terkait substansi ke saksi terkait dengan sangkaan ITE. Makanya kami menanyakan bahwa sangkaan kami bukan hanya ITE, itulah yang jadi pertanyaan kami majelis, seperti itu kurang lebih. Mohon maaf majelis hakim Yang Mulia,” ucap jaksa.

Namun majelis hakim tetap meminta jaksa menulis surat keberatan. Hakim kemudian menunda sidang hingga Kamis (23/6) dan memberi kesempatan jaksa membuat surat keberatan.

“Nggak, ini saya minta agar saudara mengajukan keberatan. Kami dengan senang hati pak. Perkara ini mau bebas, mau terbukti, nggak ada urusan lagi, kami hanya memandang dari sisi hukum. Jadi tolong dicatat di berita acara, ini jamnya jam sekian, catat kalau ada keberatan, ditunggu sampai sebelum ada persidangan, berarti Kamis, kami dengan senang hati pak, oke kita sudahi dulu,” ujar hakim Adeng.

“Kita sudahi ya daripada kita memeriksa terus tapi kami dianggap tidak netral, tidak fair, jadi sidang kita tunda Kamis jam 09.00 WIB, demikian sidang ditutup,” tutup hakim.