Selaras dengan Buruh, Apindo Kalsel Tolak Aturan Upah Minimum Naik 10 Persen

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Selatan (Kalsel) bereaksi terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Ketua Apindo Kalsel Supriadi. Foto-apahabar.com/Rizal Khalqi

apahabar.com, BANJARMASIN - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Selatan (Kalsel) bereaksi terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Apindo secara tegas menolak Permenaker 18 Tahun 2022 tentang penetapan UMP 2023 maksimal sebesar 10 persen.

Sikap itu juga selaras dengan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Apindo. Saat ini di tingkat pusat sedang mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).

Ketua Apindo Kalsel, Supriadi menekankan bahwa pihaknya tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.

"Kami dari Apindo tetap berpedoman dengan PP 36/2021, yang sudah mengatur tentang pengupahan dan menjadi landasan hukum," ujarnya.

Menurutnya, keberadaan Permenaker 18/2022 sangat akan nuansa politik. Aturan ini diterbitkan secara mendadak saat perhitungan sudah dibuat.

Di samping itu, pihaknya mengaku sangat memahami kondisi pekerja yang mendesak kenaikan UMP di atas 10 persen.

Namun, lanjut dia, kondisi para pengusaha saat ini juga masih belum pulih usai dihantam pandemi Covid-19.

"Kondisi pengusaha saat ini masih belum stabil dan dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah pemutusan hubungan kerja," ucapnya.

Dilanjutkan Supriadi, Dewan Pengupahan Kalsel telah memutuskan formula perhitungan pengupahan dengan mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021.

Di sisi lain, Supriadi juga tak mempersoalkan bila kaum buruh bakal menggelar aksi demonstrasi. Sebab menurutnya, hal tersebut merupakan hak masing-masing pekerja.

"Saya berharap serikat pekerja bisa berunding secara bipartit antara pengusaha dengan pekerjanya, apabila pengusahanya mampu silakan saja dirundingkan, tapi tidak mensama ratakan dengan seluruh perusahaan," pungkasnya.