Sejarah Warteg

Sejarah Warteg, Rumah Makan Murah yang Bikin ‘Wareg’

Warteg akrab menghiasi bahu jalan ibu kota. Berbagai kalangan dengan dompet ‘pas-pasan’ langsung menyerbu ‘restoran’ berharga murah ini kala jam makan tiba.

Sejarah Warteg sebagai sebuah rumah makan yang digemari masyarakat (Foto: dok. Kumparan)

apahabar.com, JAKARTA - Jejeran piring berisi makanan nan beragam tertata rapi di etalase. Tinggal tunjuk hidangan mana yang hendak disantap, pemilik warung pun segera menyajikan untuk Anda. 

Begitulah kiranya ‘tata cara’ makan di warung Tegal. Warteg, sebutannya, akrab menghiasi bahu jalan ibu kota.

Berbagai kalangan dengan dompet ‘pas-pasan’ – entah itu sopir angkot, mahasiswa, ataupun karyawan – langsung menyerbu ‘restoran’ berharga murah ini kala jam makan tiba.

Eksistensi warteg di Jakarta sejatinya tak terlepas dari tekad orang Tegal untuk mengadu nasib.

Mengingat, bertani dan beternak tak lagi mencukupi kebutuhan keluarga, ditambah pula dengan situasi politik yang makin runyam.

Mereka yang mayoritas berasal dari Desa Cabawan, Sidakaton, Krandon, dan Sidapurna lantas merantau ke Jakarta.

Mulanya, mereka bekerja serabutan. Barulah saat modal terkumpul, para pendatang itu mendirikan warung makan.

Kala Jakarta Bersolek

Arus urbanisasi makin deras kala ibu kota mulai bersolek –tepatnya sekira tahun 1970-an, ketika sederet proyek pembangunan kota dijalankan. Sebagian perantau yang berasal dari Tegal pun memanfaatkan momentum ini.

Sejarawan makanan, Fadly Rahman, mengatakan bahwa perantau itu turut memboyong istri dan keluarganya ke Jakarta.

Kepala keluarga biasanya bekerja sebagai kuli bangunan atau pekerja kasar, sedangkan sang istri menjual makanan.

“Waktu itu, mereka (perantau dari Tegal) membawa serta istri. Kemudian, istri-istri ini menjual makanan. Awalnya memang untuk kalangan blue collar, yang ekonomi ke bawah,” demikian ujarnya, seperti dikutip dari KompasTravel, (24/10/2018).

Mereka membuka warung makan di tempat mangkal para pekerja bangunan, pabrik, ataupun di pinggir-pinggir jalan. Sejak saat itu, warteg menjadi ‘penyelamat’ bagi mereka yang berkantong pas-pasan untuk membuat perut ‘wareg.’

Terinspirasi Kisah Sukses

Seiring berjalannya waktu, kemunculan warteg makin marak menghiasi panorama ibu kota. Hal ini, salah satunya, rupanya tak terlepas dari motivasi orang-orang Tegal dengan ‘kisah sukses’ pendahulunya.

Meski makanan yang dijajakan berharga murah, pendapatan pemilik warteg tak bisa dipandang sebelah mata.

Misalnya saja, di sepanjang jalan Sidakaton – salah satu daerah asal perantau orang Tegal – dihiasi jejeran rumah mewah.

“Biasanya setelah berhasil (menjalani usaha warteg), mereka naik haji. Anak-anak mereka mengeyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Kiat usaha mereka, amat hemat dalam pengeluaran uangnya,” tulis majalah Warnasari, dikutip dari Historia, (18/12/2021).

Kisah sukses yang demikian tak ubahnya menggoda orang Tegal lainnya. Mereka pun berduyun-duyun membuka warteg di Jakarta dan kota-kota besar serupa.