Neraca Perdagangan

Secara Tahunan, Nilai Ekspor Indonesia Turun 11,3 Persen di Maret 2023

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2023 sebesar USD23,50 miliar (mtm) atau naik 9,89%.

Nilai ekspor Sulbar kembali mengalami penurunan. Foto ilustrasi: Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2023 sebesar USD23,50 miliar (mtm) atau naik 9,89% dibanding ekspor Februari 2023. Sementara dibandingkan Maret 2022 (yoy), nilai ekspor menurun sebesar 11,33% (yoy).

"Nilai ekspor Maret 2023 mencapai USD23,50 miliar atau baik 9,89 persen dibanding bulan sebelumnya," kata Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS, Imam Machdi dalam rilis BPS di Kantornya, Jakarta, Senin (17/4).

Imam merincikan nilai ekspor sebesar USD23,50 miliar terdiri dari ekspor migas sebesar USD1,34 miliar dan non migas sebesar USD22,16 miliar. Masing-masing meningkat 12,79 persen dan 9,71 persen jika dibandingkan pada bulan sebelumnya.

"Dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan ekspor Maret mengalami peningkatan secara month to month maksimal, pertumbuhan tahun 2023 tidak setinggi pada Tahun 2022 dan 2021," jelasnya.

Baca Juga: 33 Bulan Berturut-Turut, Neraca Perdagangan Indonesia Catat Surplus

Untuk ekspor non migas menyumbang 94,30% dari total ekspor Maret 2023. Ekspor non migas Maret 2023 mencapai USD22,16 miliar, naik 9,71% dibanding Februari 2023. Namun, angka itu tercatat menurun 11,70% jika dibanding ekspor nonmigas Maret 2022.

Hanya saja, jika dilihat pertumbuhan ekspor secara year on year (yoy), maka seluruh sektor mengalami kontraksi.

"Pertumbuhan ekspor secara mtm, seluruh sektornya mengalami pertumbuhan positif, dimana sektor tambang dan lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 18,43%," ucap Imam.

Baca Juga: Nilai Ekspor Impor RI Turun Meskipun Neraca Dagang 2023 Alami Surplus

Secara kumulatif, Mahdi menyampaikan nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2023 mencapai US$67,20 miliar atau naik 1,60 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.

"Sektor industri pengolahan mengalami kontraksi terdalam sebesar 13,67%," pungkasnya.