Nasional

Sambangi Nelayan, Jokowi: Tidak Ada Tawar-menawar di Natuna!

apahabar.com, JAKARTA – Hari ini, Presiden Jokowi mengunjungi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Jokowi mengajak serta…

Presiden Jokowi bersama Panglima TNI dan sejumlah menteri di KRI Usman Harun, di Kepulauan Natuna, Riau. Foto-BPMI Setpres/Laily Rachev

apahabar.com, JAKARTA – Hari ini, Presiden Jokowi mengunjungi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Jokowi mengajak serta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

Jokowi datang juga untuk membagikan sertifikat hak atas tanah untuk masyarakat setempat, khususnya nelayan.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menegaskan bahwa Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kepulauan tersebut beserta perairannya secara administratif termasuk dalam Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, yang menjadi kabupaten terluar di sebelah utara.

"Di Natuna ini ada penduduknya sebanyak 81.000, juga ada bupatinya dan gubernurnya (Kepulauan Riau). Jadi jangan sampai justru kita sendiri bertanya dan meragukan. Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia," ujar Jokowi di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1) dikutip dari laman Setneg.go.id.

Oleh karenanya, tidak ada tawar-menawar terhadap kedaulatan Indonesia di Natuna.

Soal isu masuknya kapal asing yang banyak diberitakan belakangan ini, eks gubernur DKI Jakarta itu bilang tidak ada kapal asing yang memasuki teritorial Indonesia.

"Tapi kita juga harus tahu apakah kapal negara asing ini masuk (laut) teritorial kita atau tidak. Enggak ada yang masuk teritorial kita. Tadi saya tanyakan ke Panglima TNI, tidak ada," kata Presiden.

Bagi-Bagi Sertifikat

Kepulauan Natuna merupakan bagian dari Kabupaten Natuna yang termasuk wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau.

Kabupaten Natuna memiliki penduduk sekitar 81 ribu dan perangkat pemerintahan sehingga, kata Presiden, secara de facto maupun de jure, Natuna adalah Indonesia.

"Kenapa hari ini saya ingin menyerahkan sertifikat ini? Supaya kita tahu semuanya bahwa Natuna ini adalah tanah air Indonesia. Sehingga tanda bukti hak hukum atas tanah, atas lahan, yang berupa sertifikat ini diberikan kepada masyarakat di Kabupaten Natuna," ujar Jokowi saat di Kantor Bupati Kabupaten Natuna.

"Jadi simbol ini, simbol pemberian sertifikat ini adalah menunjukkan bahwa lahan tanah itu telah dipegang oleh masyarakat di Natuna sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki," ujarnya.

Presiden menjelaskan di Kabupaten Natuna ada 41 ribu bidang tanah yang seharusnya sudah bersertifikat.

Namun, hingga saat ini berdasarkan laporan yang diterima dari Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra, baru 26 ribu bidang tanah yang telah diberikan sertifikatnya kepada masyarakat.

"Masih ada 14-15 ribu sertifikat yang harus diberikan kepada masyarakat. Artinya bapak ibu adalah salah satu yang beruntung karena sudah pegang yang namanya sertifikat. Ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki," jelasnya.

Di hadapan masyarakat yang hadir, Jokowi berpesan agar para penerima menjaga sertifikatnya dengan baik. Misalnya, dengan memberinya sampul plastik dan memfotokopinya.

"Sehingga kalau hilang aslinya, fotokopinya masih ada sehingga ngurusnya ke BPN lebih mudah," imbuhnya.

Di samping itu, masyarakat juga diminta cermat jika ingin menggunakan sertifikatnya sebagai agunan untuk meminjam uang ke bank.

Jokowi mengingatkan agar masyarakat tidak menggunakan uang pinjaman dari bank tersebut selain untuk modal kerja atau modal usaha.

"Kalau mau pinjam ke bank gunakan untuk modal usaha, modal kerja. Tapi kalau beli mobil, beli sepeda motor, (nanti) hilang sertifikatnya, sepeda motor sama mobilnya juga ikut hilang karena ditarik sama dealer. Itu pengalaman banyak seperti itu," tandasnya. (*)

Baca Juga:Pilkada 2020, Kemendagri Tahan Izin Mutasi Pejabat di Daerah

Baca Juga: Bupati Sidoarjo Miliki Kekayaan Rp60 Miliar

Baca Juga:Iran: Keamanan AS di Timur Tengah dalam Bahaya

Baca Juga:Pesawat Ukraine International Airlines Jatuh di Iran

Editor: Fariz Fadhillah