Kalsel

Riset ULM Jawaban Kegagalan Hari Pangan Sedunia?

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-XXXVIII 2018, Oktober silam difokuskan di Jejangkit, Barito Kuala….

Debit air di Sungai Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala yang letaknya persis di samping lahan persawahan, meninggi akibat hujan saban hari. Foto-apahabar.com/Bahaudin Qusairi

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-XXXVIII 2018, Oktober silam difokuskan di Jejangkit, Barito Kuala. Di kawasan lahan gambut seluas 4 ribu hektar ditanami bibit padi unggul.

Alih-alih memiliki potensi terpendam, ratusan hektare di antaranya malah sempat terendam, dan gagal panen. Sejumlah petani di sana mengeluh. Program budidaya terkesan dipaksakan.

Teranyar, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (ULM) berhasil melakukan panen perdana di dua hektar lahan SIUTI program riset mereka. SiUTI adalah kepanjangan dari Sistem Integrasi Unit Tani Intensif.

“Lahan ini kan sudah kita launching di Hari Pangan Sedunia 2018 lalu,” ucap Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Sutarto Hadi kepada awak media, Jumat (28/6) pagi.

Lantas, apakah keberhasilan itu bisa menjadi solusi sekaligus jawaban atas problematika bercocok tanam di atas tanah gambut?

“Saya kira malu apabila ULM tak bisa. Oleh karena itu, ini merupakan pertaruhan untuk kita semua. Alhamdulillah, hari ini kita bisa berhasil,” tegasnya.

Kawasan itu, kata dia, merupakan lahan sub marginal. Pengelolaannya dinilai sangat berat. Namun, ULM mampu membuktikannya. Produksi padi berhasil dilakukan.

“Ini bisa menjadi penyangga pangan di Kalsel. Bahkan, secara nasional,” tegasnya

Mengingat investasi yang dikucurkan pemerintah sangat besar, ULM sampai menurunkan tim riset andalan mereka untuk meneliti lokasi tersebut.

Beragam macam ahli yang diterjunkan, mulai dari ahli tanah, sosial-ekonomi, proteksi tanaman. Terlebih, sekitar 80 persen dosen di Fakultas Pertanian sudah bergelar dokter.

Alhasil, kampus tertua di Kalimantan ini membuktikan mampu melakukan panen dengan prediksi perolehan 6,2 ton per hektar.

“Ini potensi besar dan akan menjadi model untuk masyarakat setempat. Mereka bisa mengusahakan lahan yang ada ini,” cetusnya.

Lahan yang luas itu, harus dikelola dengan baik. Bukan hanya persoalan produksi, tanah, tumbuh kembang padi. Akan tetapi, juga persoalan pascapanen, seperti pendistribusian. Masih, perlu adanya kajian yang komprehensif.

“Yang terpenting itu ada padinya terlebih dahulu sebagai pembuktian. Langkah selanjutnya kita akan menyusun blue print yang bagus terkait bagaimana pengembangan lebih lanjut,” tambahnya.

Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Pangan, Luwarso optimistis dengan kajian atau riset ULM tadi. Tinggal disusun secara komprehensif lagi. Pun, ditinjau beberapa aspeknya, antara lain, agronomis, sosiologis dan ekonomis.

“Jangan sampai kita memproduksi beras dengan baik, tapi harganya mahal,” ujar dia.

Ia turut menyayangkan, investasi pemerintah yang kian besar. Belakangan dianggap sebagai proyek sia-sia dan mubazir. Perlu adanya desain ulang pengelolaan di HPS Jejangkit Barito Kuala, agar investasi itu bermanfaat.

“Kadar asam airnya (pH) kan tinggi, namun teknologi kita sudah mumpuni. Ini akan menjadi penyangga pangan Indonesia khususnya di Kalsel,” tegasnya.

Kalsel merupakan salah satu kandidat kuat calon ibu kota RI baru, aneh rasanya jika sampai memasok makanan dari luar daerah, terutama beras.

“Mengingat, akan terjadi multiplier efek ekonomi dengan adanya pemindahan ibu kota yang bisa dirasakan oleh petani,” pungkasnya.

Staf Khusus Presiden Bidang Pangan, Luwarso didampingi Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Sutarto Hadi saat Panen Perdana Lahan SIUTI Program Riset Aksi ULM di Jejangkit, Barito Kuala. Foto-ULM for apahabar.com

Baca Juga: Hari ini Lahan HPS di Jejangkit Muara Mulai Dikelola (Lagi)

Baca Juga: Kementan Optimalisasi Lahan Jejangkit Tiga Kali Panen

Baca Juga: Petani Berharap Tuah Tanam Ulang Sawah Eks HPS 2018

Reporter: Muhammad RobbyEditor: Fariz Fadhillah