Dishut Kalsel

Revolusi Hijau, Dinas Kehutanan Kalsel Gandeng Masyarakat Adat

apahabar.com, BANJARBARU – Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan bakal melibatkan masyarakat adat dalam gerakan semesta bertajuk Revolusi…

Suku asli Dayak desa Kambiyain di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, sedang mengadakan ritual ‘aruh’ untuk merayakan keberhasilan panen mereka. Foto-Indra Nugraha untuk Mongabay Indonesia.

apahabar.com, BANJARBARU – Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan bakal melibatkan masyarakat adat dalam gerakan semesta bertajuk Revolusi Hijau. Gerakan tersebut guna mengatasi permasalahan lahan kritis.

“Kami akan melibatkan masyarakat adat yang tinggal di desa di tengah hutan,” jelas Kepala Dishut Kalsel Hanif Faisol Nurrofiq kepada apahabar.com.

Dishut mencatat, masih terdapat 514 ribu hektar lahan kritis yang perlu direvitalisasi di Bumi Lambung Mangkurat ini.

Di satu sisi, Kalsel memiliki sedikitnya 373 Desa. Mereka berpotensi dilibatkan dalam gerakan semesta ini. Hanif tak menampik jika ratusan desa tersebut belum dilibatkan secara maksimal.

“Rencana di tahun ini, kami akan libatkan mereka,” ujarnya.

Pelibatan, sambung Hanif, bakal dilakukan lewat pembagian ribuan bibit untuk ditanam di lima hektar lahan di tiap desanya.

“Kalau lima hektar dikali 373 desa, itu akan banyak sekali hasilnya,” ucapnya.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurrofiq. Foto-Dok. apahabar.com

Selain pelibatan masyarakat adat, Dishut akan fokus mengoordinasikan jenis pohon tertentu, utamanya yang memiliki nilai ekonomis tinggi, serupa Sengon. Luas tanam yang diproyeksikan mencapai 90 persen dari luas tanam keseluruhan revitalisasi lahan kritis.

“Pohon Sengon ini cepat tumbuh. Dalam jangka lima tahun sudah besar dan bisa dimanfaatkan. Kalau produksi besar, pemasarannya kan mudah. Nanti pembeli yang datang mencari. Di sinilah nilai ekonomisnya selain revitalisasi itu sendiri,” ujarnya.

Sementara, Kepala Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Selatan Palmi Jaya menyambut baik rencana pelibatan masyarakat oleh pemerintah daerah.

“Bagi kami masyarakat adat dimasukan dalam revolusi hijau itu tidak masalah asalkan masyarakat adat diuntungkan. Kami menyambut baik program pemerintah apabila untuk menyejahterakan masyarakat, bukan pengusaha,” ujar Palmi Jaya dihubungi apahabar.com.

Dari analisis AMAN, penyebab lahan kritis di Kalimantan Selatan diduga akibat adanya ketidakpatuhan perusahaan dalam menerapkan analisis dampak lingkungan (Amdal).

“Korporasi bisa merusak hutan adat kami hanya dengan bermodalkan selembar kertas izin dari pemerintah,” jelasnya,

Dia melihat tantangan pelibatan masyarakat adat dalam gerakan ini adalah sebagian besar dari mereka berada di kawasan hutan lindung yang notabene ditutupi peta kertas.

“Wilayah adat dikatakan tidak ada oleh pemerintah ternyata di lapangan ada. Sekarang pemerintah sudah mulai membuka ruang untuk mengakui bahwa ada hutan adat,” ujarnya.(adv)

Reporter: Zepi Al AyubiEditor: Fariz Fadhillah