Larangan Impor Baju Bekas

Respons Santai Pedagang Soal Larangan Impor Baju Bekas

Polemik larangan penjualan baju bekas impor atau kerap disebut thrifting menjadi perhatian serius di kalangan para pedagang.

Pengunjung sedang memilih dan memilih pakaian bekas di pasar baru. (Foto: apahabar/Leni)

apahabar.com, JAKARTA - Polemik larangan penjualan baju bekas impor atau kerap disebut thrifting menjadi perhatian serius di kalangan para pedagang.

Sementara itu, fakta menunjukkan keberadaan thrifting justru diminati masyarakat, selain karena harga yang terjangkau, pilihan juga banyak dan bermerk.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat berkomentar soal pakaian bekas impor yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.

Menurut Jokowi, bisnis tersebut sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri dan tak sedikit yang terpaksa gulung tikar.

Menanggapi larangan itu, Rio (26) pemilik toko thirfting di Palmerah, Jakarta Barat, mengaku hingga kini masih berjualan seperti biasa. Sejauh ini, belum terlihat banyak perubahan.

"Saya biasanya belanja itu sebulan sekali, biar sekalian stok barang. Sebulan itu enam sampe delapan bal habisnya," kata Rio kepada apahabar.com di Jakarta, Sabtu (17/3).

Sementara terkait dengan permintaan Presiden Jokowi untuk menindak tegas pedagang yang kedapatan menjual pakaian bekas impor, Rio berharap pemerintah lebih berpihak kepada rakyat.

Ia yakin pemerintah mampu memberikan solusi terbaik, utamanya kepada para pedagang yang sudah lama menggantungkan hidup pada usaha thirfting.

"Gimana ya, kalau sekarang masih belum kena dampaknya. Omzet juga masih stabil. Tapi kedepannya kalau kita sulit buat dapet barang dari reseller, kita harap ada solusi lah dari pemerintah," ungkap Rio.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Kalsel Tolak Larangan Impor Baju Bekas

Menurutnya, pelaku usaha thirfting bukanlah pekerjaan yang merugikan masyarakat. Sementara jika dikaitkan dengan lesunya industri pakaian, juga dianggap terlalu jauh.

"Sebenernya kalau dibilang merugikan industri tekstil ya, saya gak tau dari sisi apanya," ujarnya. 

Lebih lanjut, ungkap Rio, "Tapi setahu saya, pelanggan  justru merasa terbantu secara ekonomi dengan adanya toko thrifting gini."

Tak hanya Rio, Zidan (42), pedagang pakaian bekas impor juga mengamini hal serupa. Menurutnya, sejauh ini, kegiatan thrifting yang digelutinya belum menunjukkan penurunan permintaan.

Secara spesifik ia mengaku belum merasakan dampak dari larangan yang diberlakukan pemerintah itu. Masih normal-normal saja.

"Mungkin belum sampai ke padagang seperti saya dampaknya. Tapi kalau sudah jelas gitu larangannya, cepat atau lambat pasti bakal berpengaruh ke pendapatan," ungkapnya saat ditemui apahabar.com di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu (17/3).

Zidan tak menampik jika usaha yang dilakoninya selama beberapa tahun terakhir itu merupakan kegiatan utama untuk menghidupi keluarga kecilnya. Tanpa Thrifting, ia tidak bisa berbuat banyak.

"Jualan gini karena dikasih tahu istri, kalau peminatnya lagi banyak di Indonesia. Jadi dari hasil jualan baju bekas gini lebih membantu perekonomian dari pada sebelumnya profesi saya sebagai kuli bangunan," paparnya.

Ketika apahabar.com menjelaskan bawa kegiatan thrifting dianggap ilegal, Zidan tidak ingin berkomentar terlalu jauh. Menurutnya, ia tidak memahami mengapa bisa begitu, karena untuk usaha ini Zidan tetap harus merogoh kocek cukup besar.

Dan jika akhirnya pelarangan thrifting menjadi permanen, Zidan tak punya pilihan lain. Ia tetap patuh dengan aturan pemerintah, meskipun harus memikir otak untuk bisa bertahan di tengah zaman yang kian sulit.

"Jadi kalau kedepannya memang dilarang, ya ikut alur saja. Coba puter otak buat cari usaha lain atau urusan nanti aja," papar Zidan.

Tanggapan konsumen

Ketika Presiden Jokowi secara tegas menyerukan agar bisnis thrifting ditelusuri dan pelakunya ditindak tegas, menurut Melly (19), pembeli yang juga mahasiswa, kebijakan itu hendaknya dipikirkan secara matang. Pasalnya, dampaknya sangat buruk terhadap pedagang pakaian bekas impor yang jumlahnya tidak sedikit.

"Keputusan itu hanya berujung pada pemutusan rezeki para pelaku usaha dibidang thrifting. Lebih ke mikirin nasib para pedagangnya aja sih," ungkap Melly.

Terlebih menurutnya, banyak masyarakat yang merasa terbantu dari kehadiran penjualan pakaian bekas layak pakai. "Sebenarnya untuk beli baju lebih milih thrifting, soalnya bisa dapet baju bermerk dengan harga terjangkau," imbuhnya.

Berbeda dengan Melly, ternyata ada konsumen thrifting yang justru mendukung pelarangan pakaian bekas impor. Alasannya agar industri pakaian bisa bergairah kembali.

"Setuju aja, biar industri konveksi di Indonesia bisa bangkit lagi dan semakin maju. Lagian sekarang aku lihatnya thrifting itu jadi berbeda. Bukannya murah, malah tambah mahal," ujar Juris saat ditemui di pasar Palmerah.

Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas. Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.