News

Resmi Tersangka, Petinggi ACT Selewengkan Rp34 Miliar Bantuan Boeing

apahabar.com, JAKARTA – Setelah menetapkan tersangka, Bareskrim Polri juga membeberkan uang yang diselewengkan petinggi Aksi Cepat…

Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 melakukan tabur bunga di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018. Pesawat ini mengangkut 181 penumpang dan 8 awak. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA – Setelah menetapkan tersangka, Bareskrim Polri juga membeberkan uang yang diselewengkan petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Bareskrim resmi menetapkan empat nama sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana ACT, Senin (25/7).

Mereka adalah mantan presiden ACT, Ahyudin (A), kemudian Presiden ACT, Ibnu Khajar (IK), serta tersangka lain bernama Hariyana Hermain (HH) dan Novariadi Imam Akbari (NIA).

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Diketahui Boeing selaku pemilik pesawat, menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula dana diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.

Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan santunan sebesar 144.500 dolar atau sebesar Rp2,06 miliar, serta bantuan non tunai dalam bentuk CSR.

Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya digunakan untuk kepentingan pribadi petinggi organisasi filantropi itu.

“Total dana yang diterima ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar,” papar Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin seperti dilansir INews.

“Digunakan untuk program yang telah dibuat ACT kurang lebih Rp103 miliar. Sedangkan sisanya sebesar Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukan,” imbuhnya.

Peruntukan yang tidak sesuai di antaranya pengadaan armada rice truk senilai Rp2 miliar, program big food bus sebesar Rp2,8 miliar, lalu pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya senilai Rp8,7 miliar.

“Selanjutnya untuk Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, talangan CV CUN Rp3 miliar, talangan untuk PT MBGS Rp7,8 miliar, sehingga total berjumlah Rp34.573.069.2000,” jelas Helfi Assegaf.

Pasal Berlapis

Sebelumnya Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, menjelaskan Bareskrim telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk ahli.

“Berdasarkan fakta hasil penyidikan, A emiliki peran sebagai pendiri, ketua yayasan ACT, juga pengendali ACT dan badan hukum terafiliasi ACT,” papar Ahmad Ramadhan.

Diduga Ahyudin duduk di kursi direksi dan komisaris agar mendapat gaji dan fasilitas lain. A juga diduga menggunakan hasil dari perusahaan itu untuk kepentingan pribadi.

“Sedangkkan IK mendapat gaji dan berbagai fasilitas lain dari badan hukum yang terafiliasi dengan ACT,” tandas Ahmad Ramadhan.

Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Juga Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.