Rencana RI Produksi 1.2 Juta KL Bioetanol, Begini Kata Pengamat

Indonesia berencana melakukan produksi besar-besaran bioetanol sebagai bahan bakar nabati.

Ilustrasi - Pabrik Bioetanol PTPN X di Mojokerto, Jatim. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Indonesia berencana melakukan produksi besar-besaran bioetanol sebagai bahan bakar nabati. Bioetanol bakal diproduksi dari bahan baku tanaman tebu.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2023 mengenai Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

"Pencapaian peningkatan produksi bioetanol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) diwujudkan paling lambat pada tahun 2030," demikian bunyi pasal 3 ayat 5 beleid tersebut.

Penyediaan bioetanol dalam jumlah besar ditargetkan akan tercapai di tahun 2030 dengan produksi sebanyak 1,2 juta kilo liter. 

Baca Juga: Optimalisasi Bioetanol, Peneliti BRIN: Bisa Kurangi Kuota Impor Migas

Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai kebijakan itu sebagai upaya pemerintah yang tidak lagi ingin bergantung pada impor. Pemerintah ingin memperluas program bahan bakar nabati (biofuel) dengan memanfaatkan etanol sebagai campuran (blending) bensin.

"Rencana ini mengikuti program BBM dengan blending biodiesel dan solar yang kini dalam tahap uji coba B40 (40% biodiesel dan 60% solar)," ujar Khudori kepada apahabar.com, Senin, (19/6).

Hal itu sejalan dengan surat Menko Perekonomian kepada Menteri Sekretaris Negara per tanggal 19 September 2022. Disebutkan, pada 2023 kebutuhan bensin non-PSO (public service obligation) mencapai 6.824.911 kiloliter dan produksi etanol 423.282 kiloliter, serta ada potensi bioetanol 6,2% (etanol 6,2% dan bensin 93,8%).

Sementara itu, dengan produksi tebu nasional pada 2030 sebesar 110,1 juta ton akan dihasilkan tetes sebanyak 4,95 juta ton. "Jika semua by product tetes atau molases itu diolah menjadi etanol akan dihasilkan 1.239.283 kiloliter," ujar Khudori.

Baca Juga: Luhut Yakin 2045 Indonesia Tak Lagi Impor Bahan Bakar Fosil

Selanjutnya, ujar Khudori, kebutuhan bensin non-PSO ditahun 2030 mencapai 9 juta kiloliter, dengan potensi bioetanol meningkat menjadi 13,8%.

"Meskipun belum sebesar biodiesel 30%, bioetanol 13,8% tentu akan menekan kebutuhan impor bensin. Devisa untuk impor BBM bisa ditekan, yang diharapkan memperbaiki neraca perdagangan," jelasnya

Adapun produksi tebu pada 2030 mencapai 110,1 juta ton, menurut Khudori, didasarkan atas proyeksi luasan panen tebu PT Perkebunan Nusantara III mencapai 670.561 ha. PTPN III diketahui telah membentuk holding pabrik gula BUMN bernama PT Sinergi Gula Nusantara atau Sugar Co 

"Saat ini, total luas panen tebu PTPN III hanya 180.560 ha," jelasnya.

Baca Juga: Masa Giling Tebu di Jawa Barat, Bapanas: Tingkatkan Stok Gula Nasional

Pertanyaannya, kata Khudori, dari mana tambahan luas panen sebesar 490.001 ha itu. Di saat bersamaan, luas panen tebu pabrik gula (PG) BUMN ternyata terus menurun.

"Rentang 2016—2021, luas panen tebu PG BUMN turun 53.247 ha, dan 48.763 ha di antaranya ada di Pulau Jawa," terangnya.

Hal lain, ungkap Khudori, produksi tebu sebesar 110,1 juta ton pada 2030 didasarkan pada asumsi rendemen PTPN III sebesar 9,2% dengan produktivitas mencapai 92,6 ton/ha.

"Sementara saat ini rendemen yang dicapai baru 7% dan produktivitas tebu 73,7 ton/ha," papar Khudori.

Baca Juga: Sistem Bagi Hasil, Pabrik Gula SGN di Jatim Siap Giling Tebu Petani

Karena itu, Khudori mengungkapkan produksi etanol sebesar 1,24 kiloliter pada 2030 didasarkan pada asumsi semua tetes yang dihasilkan PTPN III (2,16 juta ton) dan swasta (2,79 juta ton) diproduksi menjadi etanol.

Hal itu menjadi kontradiktif, karena tetes produksi swasta (termasuk PTPN III), selama ini produksinya digunakan untuk bahan baku bumbu masak, alkohol, dan kosmetik.