RDP Kotim Nyaris Ricuh, Warga Tumbang Kalang Curiga BPN Main Mata dengan Perusahaan

RDP di DPRD Kotim, nyaris ricuh karena kecewa hasil hearing tidak memberikan kepastian.

Situasi memanas dalam RDP di Gedung DPRD Kotim terkait sengketa lahan antaran warga dengan PT. TTL. Selasa (19/8/2025). Foto: bakabar.com/Ilhamsyah Hadi.

bakabar.com, SAMPIT - Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, Selasa (19/8/2025), nyaris berakhir ricuh.

Sejumlah warga Desa Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang, yang mengaku tanahnya diserobot PT Tanah Tani Lestari (TTL) tak mampu menahan kekecewaan karena hearing tidak memberi kepastian atas lahan yang mereka perjuangkan.

Kuasa hukum warga, Handi Firdhauz, menilai forum DPRD seharusnya bisa memberikan kepastian sikap untuk memudahkan mereka mengurus ke instansi terkait. Ia menuding pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) menolak pengecekan lokasi tanah yang disengketakan tanpa alasan jelas.

“Kami sudah cek ke BPN, tapi ditolak mentah-mentah. Kami curiga ada kongkalikong dengan perusahaan. Padahal yang kami minta hanya kejelasan posisi lahan, apakah masuk Desa Sungai Hanya atau Desa Tumbang Kalang,” tegas Handi.

Ia juga menyebut ada dugaan kriminalisasi terhadap pihaknya karena kerap mendapat surat panggilan dari kepolisian terkait sengketa tersebut. Menurutnya, konflik bukan hanya soal lahan 22 hektare milik kliennya, Pak Samen, melainkan ratusan hektare lain yang juga berpotensi bermasalah.

Di sisi lain, perwakilan PT TTL, Meitin Alfun, menegaskan posisi perusahaan sangat kuat karena objek lahan yang dipersoalkan sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK).

“Putusan PK sudah ada, sudah inkracht. Semua pihak mestinya menghormati itu,” ujar Meitin.

Namun justru di titik ini perdebatan memanas. Warga dan kuasa hukumnya menolak mengakui keabsahan PK tersebut, bahkan menyebut ada kejanggalan karena nomor perkara tidak ditemukan di laman Mahkamah Agung.

Ketegangan itu sempat membuat suasana RDP panas hingga pimpinan rapat harus menenangkan warga. 

Wakil Ketua I DPRD Kotim, Juliansyah, akhirnya mengambil sikap: DPRD hanya akan mengacu pada dokumen hukum yang sudah ada, yakni putusan PK dari Mahkamah Agung RI No. 990/PK/Pdt/2021, yang dipegang pihak perusahaan.

“Kalau di DPRD, kami tidak berani menyatakan PK itu palsu atau tidak. Itu ranah lain. Untuk sementara kami pertegas sikap, mengikuti putusan hukum yang ada. Jika masyarakat punya bukti baru, silakan ajukan kembali melalui jalur resmi,” jelas Juliansyah.

Keputusan ini sontak memicu kekecewaan warga. Walau demikian, emosi warga akhirnya bisa diredam.

Sengketa lahan di Kotim kembali menegaskan betapa rumitnya relasi antara warga, perusahaan besar, dan lembaga negara. Masyarakat kerap terjebak dalam lingkaran birokrasi dan prosedur hukum yang tidak transparan.