Rapat Umum Pemilu 2024 Mulai 21 Januari, Bawaslu Banjar Ingatkan Aturannya

Rapat umum atau kampanye akbar serta kampanye di media massa Pemilu 2024 dan Pilpres dimulai pada 21 Januari hingga 10 Februari 2024.

Bawaslu Banjar saat menggelar rakor bersama jajaran panwascam dan perwakilan parpol terkait rapat umum dan iklan di media massa, Rabu (17/1). foto-apahabar.com/Hendra Lianor

apahabar.com, MARTAPURA - Rapat umum atau kampanye akbar serta kampanye di media massa Pemilu 2024 dan Pilpres dimulai pada 21 Januari hingga 10 Februari 2024.

Ketua Bawaslu Banjar, M Hafizh Ridha, mengatakan rapat umum adalah salah satu bentuk kampanye yang diatur dalam UU nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 276, dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir saat mulai masa tenang.

Hafizh melanjutkan turunan UU Pemilu itu diatur dalam Peraturan KPU nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.

Berdasarkan PKPU itu, rapat umum dapat digelar di lapangan, stadion, alun-alun dan tempat terbuka lainnya dengan memerhatikan daya tampung tempat pelaksanaan.

"Segala aturan dan larangan mengenai rapat umum ini sudah kami sampaikan kepada seluruh perwakilan parpol dan jajaran pengawas kecamatan dalam rakor yang kami gelar pada 17 - 18 Januari tadi, sebagai bentuk pencegahan terjadinya pelanggaran," ujar Hafizh kepada apahabar.com.

Apa Saja Aturan dan Larangan Rapat Umum atau Kampanye Akbar?

Kata Ketua Bawaslu Banjar, sebelum menggelar rapat umum paling utama adalah penyelenggara kampanye harus sudah mengantongi Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) kampanye pada kepolisian setempat.

"Sebab, jika tidak memiliki STTP, Bawaslu memastikan penyelenggaraan kampanye politik itu akan dibubarkan," tegas Hafizh.

Penyelenggara kampanye juga harus memperhatikan estimasi jumlah massa dan mencantumkannya dalam STTP. Termasuk jika ingin menggelar konvoi. "Saat konvoi dilarang melanggar aturan berlalu lintas," kata Hafizh.

Hafizh bilang Pasal 4 PKPU 15 2023 diatur bahwa rapat umum mulai pukul 09.00 dan berakhir paling lambat pukul 18.00 waktu setempat, dengan menghormati hari dan waktu ibadah di daerah setempat.

"Ini catatan yang harus jadi perhatian semua pihak. Jangan sampai kampanye larut hingga malam hari, apalagi lupa waktu ibadah," tutur Hafizh.

Ia melanjutkan ada sejumlah larangan dalam pelaksanaan kampanye. Hal itu termaktub dalam pasal 280 UU pemilu. Rinciannya:

  1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, pembukaan UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  2. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI.
    Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu lain.
  3. Menghasut dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat.
  4. Mengganggu ketertiban umum.
  5. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu lain.
  6. Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu.
  7. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan khusus tempat pendidikan harus seijin pengelola.
  8. Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan.
  9. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

Selain itu, kampanye juga dilarang mengikutsertakan orang atau pejabat tertentu, yaitu:

  1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah MA, dan hakim konstitusi pada MK.
  2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
    Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia.
    Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah.
  3. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural.
  4. Aparatur sipil negara (ASN).
  5. Tentara TNI dan anggota Polri.
  6. Kepala desa.
  7. Perangkat desa.
  8. Anggota badan permusyawaratan desa.
  9. Warga negara Indinesia yang tidak memiliki hak memilih, khususnya anak - anak bawah umur.

"Yang jadi catatan, yang dimaksud polisi ada di tempat kampanye yaitu terlibat aktif dalam kampanye, kalau untuk pengawalan keamaanan hal itu tidak masalah dan memang tugas mereka," tandas Hafizh.

Kemudian jika presiden, wakil presiden, menteri, dan kepala daerah terlibat dalam kampanye maka harus memenuhi berbagai ketentuan. Mereka tidak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali pengamanan bagi pejabat negara. Serta harus mengambil cuti terlebih dahulu.