Kalsel

Puncak Kejayaan, Kalsel Jamaah Haji Terbesar di Indonesia di Abad 19

apahabar.com, BANJARMASIN – Kalimantan Selatan (Kalsel) salah satu provinsi besar di Indonesia dengan penduduknya mayoritas muslim….

Ilustrasi jemaah haji tahun 1800 an. Foto-net.

apahabar.com, BANJARMASIN – Kalimantan Selatan (Kalsel) salah satu provinsi besar di Indonesia dengan penduduknya mayoritas muslim. Tak heran jika banyak warganya menyandang gelar haji maupun ma haji.

Ya, sejak 1860-an, sangat jarang daerah di Nusantara yang tingkat kemakmurannya tinggi dan merata seperti di Banjarmasin, ibu kota Kalsel. Bahkan, jumlah orang yang menunaikan ibadah haji ke Mekkah tidak sebanyak di kota berjuluk Seribu Sungai ini.

“Ibadah haji ke Mekkah makin marak, ketika dibukanya Terusan Suez dan berkembangnya angkutan kapal api, mempermudah orang-orang Banjar pergi naik haji,” ungkap Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya Kalimantan (LKS2B), Mansyur kepada apahabar.com.

Pemurnian ajaran Islam semakin cepat. Sebagai akibat dari mudahnya orang menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekkah untuk studi agama. Baik fiqih, hadist, tasawuf, dan sebagainya.

“Sehingga jumlah orang yang naik haji semakin bertambah,” ujar Dosen Pendidikan Sejarah ULM ini.

Oleh karena itu, tambah dia, pada dekade ini dapat dikatakan bahwa hubungan ke luar negeri yang dijalankan oleh rakyat mampu (kaya) adalah ibadah haji ke Mekkah.

Dalam artian, jumlah jemaah haji dari Kalimantan Selatan cukup besar. Bahkan, di pertengahan abad ke 19 dianggap yang terbesar di Indonesia.

Naik haji ini dijalankan dengan kapal-kapal KPM (Kapal Pemerintah Hindia Belanda). Terkadang, juga dengan angkutan tradisional.

“Wajar jika naik haji menjadi lebih mudah dengan beroperasinya kapal Belanda KPM pada awal tahun 1900 an,” sebutnya.

Persentase jumlah orang naik haji untuk daerah ini cukup tinggi. Begitu pula jumlah para ulama hasil pendidikan Perguruan Tinggi Al Azhar Kairo-Mesin makin bertambah besar. Sebagai wujud usaha kaum ulama untuk menandingi pendidikan Barat yang dibangun Belanda.

“Banyak aspek psiko maupun bersifat materi yang diakibatkan oleh arus bolak baliknya orang dalam berhaji itu,” tegasnya.

Pertemuan dengan bangsa-bangsa lain, melihat ketinggian teknologi di luar negeri dan sebagainya akan menggugah sedikit banyaknya jiwa jamaah. Sedangkan, keinginan menunaikan haji itu membuat orang bekerja keras untuk memperoleh biaya yang diperlukan.

Dalam perkembangannya di wilayah Borneo bagian selatan dari beberapa aspek, seperti perdagangan, kekayaan, banyaknya orang berhaji, semakin luas pandangan hidup, meningkatnya rasa harga diri, individualisme berkembang, mempercepat disintegrasi feodalisme dan pendesakan kedudukan golongan bangsawan.

“Walaupun demikian pada sisi lain golongan ulama dan para haji tetap berperan sebagai elite utama dalam desa,” cetusnya.

Menjelang pecahnya Perang Dunia II tahun 1942 an, hubungan penduduk Kalimantan Selatan sebagai bagian dari Hindia-Belanda dengan dunia luar berlangsung melalui media yang beragam.

Mulai dari media perdagangan, keagamaan serta pendidikan agama. Seperti hubungan dagang dengan Singapura, berhaji ke Mekkah, sekolah agama ke Mekkah dan Kairo.

Ketika Jepang menduduki daerah Kalimantan Selatan segala kegiatan tersebut terhenti.

“Akibat Perang Dunia hubungan laut putus sehingga kewajiban agama seperti naik haji ke Mekkah tidak mungkin dilakukan,” pungkasnya.

Baca Juga: Eks Karyawan Media Ramaikan Bursa Pilwali Banjarmasin 2020

Baca Juga: Tugas Perdana Kapolsek Baru, Sukseskan Pilkades Serentak

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin