Tak Berkategori

Puasa di “Negeri Tercepat”, Husniaty Terkendala Rindu

Durasi waktu berpuasa di Australia disebut sebagai salah satu negara yang tercepat di dunia untuk tahun…

Foto lebaran tahun lalu, segelintir orang Indonesia yang di Adelaide. Foto-istimewa

Durasi waktu berpuasa di Australia disebut sebagai salah satu negara yang tercepat di dunia untuk tahun ini. Husniaty (27) tahu kondisi itu memudahkannya menjalani ibadah. Namun dia sadar, berpuasa di perantauan tidak-lah mudah. Kendala yang terberat saat Ramadan adalah rindu.

Nita, BANJARMASIN

Ramadan menjadi bulan silaturahmi yang merekatkan hubungan keluarga, teman, dan jiran tetangga. Tradisi indah yang masih lestari bagi umat muslim di Indonesia itu kerap membuat perantauan merindukannya. Seperti yang dirasakan Husniaty (27), Warga Aceh yang sekarang tinggal di Adelaide, Australia.

Ditanya apahabar.com tentang kendala berpuasa di Australia, Husniaty menjawab, "Kendalanya sih lebih ke rindu, karena tidak ada tradisi yang spesial dalam menyambut Ramadan di sini."

Husniaty saat ini berstatus mahasiswa Disability Policy and Practice, Flinders University, Australia.

"Sebelumnya saya lulusan Psikologi di sebuah Universitas di Aceh, kemudian pada Juni 2018 kemarin saya melanjutkan untuk program S2 di Australia. Jadi ini adalah tahun kedua saya," ungkapnya.

Foto lebaran tahun lalu, segelintir orang Indonesia yang di Adelaide. Foto-istimewa

Dua tahun berturut-turut merasakan Ramadan di Australia, dia mengaku tidak ada halangan berat untuk menjalankan ibadah. Ditambah, ia tinggal di lingkungan yang sangat mendukung, sehingga tidak mengganggu puasanya.

"Teman-teman kuliah saya beberapa sudah ada yang mengetahui arti puasa, tapi terkadang ada juga yang tidak sepenuhnya mengerti. Bahkan mereka sempat bertanya apakah saya hanya menahan lapar saja dan boleh untuk minum, biasanya akan saya jelaskan kembali," jelasnya.

Beruntung, Husniaty bukan satu-satunya mahasiswi muslim yang berasal dari Indonesia. Saat ini, ia tinggal bersama seorang teman dengan menyewa sebuah unit apartemen, sehingga untuk urusan makanan ia tak perlu khawatir.

"Terkadang kami masak sendiri, tapi di sana juga banyak restoran Asia. Jadi cukup mudah-lah untuk mencari makanan halal," akunya.

Tidak hanya itu, ibadah puasanya juga dipermudah oleh pihak universitas. Di sana terdapat komunitas untuk mahasiswa muslim yaitu FUMA (Flinders University Muslim Association).

Foto lebaran tahun lalu, segelintir orang Indonesia yang di Adelaide. Foto-istimewa

"Biasanya FUMA menyediakan makanan halal untuk berbuka, kemudian sekalian bisa salat tarawih bareng juga," katanya.

Puasa di Australia terbilang lebih singkat jika dibanding dengan Indonesia, yakni sekitar 12 jam. Husniaty mengatakan, saat ini sedang masuk musim dingin. Dan nanti, di awal Juni akan berganti menjadi musim gugur. Durasi puasa akan berubah seiring dengan pergantian musim tersebut.

"Saatwinterseperti ini waktu subuh sekitar jam 5.35 sedangkan magrib jam 17.23, nah nanti saat masuk musimautumn, subuhnya bisa hampir jam 6 pagi. Jadi lebih singkat lagi waktu puasanya," jelasnya

Untuk urusan menentukan waktu beribadah, ia mengaku sangat terbantu dengan aplikasi Muslim Pro. Namun karena aktivitasnya lebih sering dihabiskan di kampus, ia masih bisa mendengarkan azan saat memasuki waktu salat.

"Memang ada beberapa masjid di seputaran pusat kota seperti Masjid Marion, namun saya lebih sering berkumpul bersama komunitas di kampus saja. Lebaran nanti juga akan kumpul sama mereka," tutupnya.

Baca Juga: Cerita Yulida dari London; Beratnya Puasa di Negeri Orang, Kangen Suasana Ramadan di Banua

Baca Juga: Sendirian di Norwegia, Rae Jalani Puasa dengan Menggigil

Baca Juga:Cerita Mufty dari Italia: Puasa 18 Jam di Musim Panas

Baca Juga:Ramadan di Madinah, Rahmat Andy Diperebutkan Warga

Baca Juga: Bersuami Orang Kanada, Nisa Selalu Rindu Ramadan di Banjar

Editor: Muhammad Bulkini