Tak Berkategori

Proyek Gas Raksasa US$ 19,8 Miliar Diundur Lagi

apahabar.com, JAKARTA – Proyek Gas Raksasa Blok Masela belum akan direalisasikan dalam waktu dekat. Inpex Coorporation…

Proyek Gas Raksasa Blok Masela akan diundur lagi. Foto-istimewa

apahabar.com, JAKARTA – Proyek Gas Raksasa Blok Masela belum akan direalisasikan dalam waktu dekat.

Inpex Coorporation melalui Inpex Masela Ltd kabarnya akan meminta produksiLiquified Natural Gas (LNG) Maselamundur dari yang sedianya akan on stream pada 2027 menjadi ke 2030.

Deputi Operasi Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Julius Wiratno mengatakan bahwa saat ini Ippex Masela belum mengajukan usulan penundaan penyelesaian proyek menjadi tahun 2030.

“SKK Migas meminta Inpex untuk segera (mengajukan revisi Plant of Development/PoD) kalau memang (proyeknya mundur) itu yang diinginkan, untuk kita tim perencana khususnya bisa segeramelakukan review dan evaluasi,” terang Julius dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (17/2/2022).

Seperti yang diketahui, saat ini Inpex Masela Ltd dan Shell selaku operator Blok Masela sedang melakukan revisi PoD wilayah kerja migas yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Revisi PoD itu berkenaan dengan masuknya Carbon Capture, Utilizaton and Storage (CCUS) atau fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon. Hal ini dilakukan supaya aset Blok Masela dalam hal ini LNG Masela bisa dikatakan kompetitifdan sudah memiliki syarat green energy.

Revisi PoD-nya belum diajukan. Katanya begitu (harus memasukan CCUS) namun kami belum mengetahui detilnya seperti apa,” ungkap Julius.

SKK Migas sejatinya khawatir dengan proyek gas raksasa yang bernilai US$ 19,8 miliar ini. Yang terang pihaknya terus mendorong Inpex untuk tetap menyelesaikan proyek tersebut. Karena, kata Julius, diperlukan strategic decision Inpex untuk jangka panjang terkait dengan competitiveness product-nya.

CEOInpexTakayuki Ueda menyampaikan bahwa, pihaknya sedang melakukan studi yang komprehensif seperti pengenalan CCUS untuk membuat proyek LNG lebih bersih dan bisa mengurangi biaya lebih lanjut. “Dan mempromosikan proyek sebagai proyek yang kompetitif dan bersih dengan tujuan memulai produksi pada awal 2030-an,” ungkap Takayukisepetti dikutip dalam website resmi Inpex.

Seperti yang diketahui, pada tahun lalu Shell pemilik 35% saham di Blok Masela memutuskan untuk hengkang dari proyek gas abadi itu. Namun, hengkangnya Shell belum bisa terlaksana lantaran belum ada investor yang ingin membeli saham Shell.

Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman kepada CNBC Indonesia membeberkan, Shell masih kesulitasn mencari investor untuk membeli divestasi saham 35% di Blok Masela itu. “Asetnya dianggap tidak kompetitif, karena adanya syarat green energy sekarang ini,” terang Fatar kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/12/2021).

Fatar Yani membaca bahwa sebagai syarat green energy rencana pengembangan atau PoD di Blok Masela harus memasukan fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau akrab disapa CCUS. “Kalau kita baca secara tidak langsung kan menjadi syarat,” terang Fatar Yani

Sayangnya Fatar tidak menjelaskan detil aset-aset apa saja yang dianggap tidak kompetitif dan tidak masuk kriteria green energy. Namun, kata dia, selain aset Liquifed Natural Gas (LNG) yang rencananya akan dibangun di on shore atau darat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku itu katanya juga tidak kompetitif.

“Inpex juga melihat LNG ke depannya tidak kompetitif. Jadi produk LNG-nya juga mesti green. Makanya mereka mengajukan CCS/CCUS itu untuk revisi PoD,” ungkap Fatar Yani.

Sebelumnya, Shell memang memiliki rencana untuk hengkang dari Blok Masela ini. Alasannya lebih kepada investasi di Indonesia kurang menguntungkan ketimbang melihat dari global portfolio Shell di seluruh dunia yang lebih menguntungkan.

Saat ini Shell adalah pemilik hak partisipasi di Blok Masela sebesar 35%. Sisanya 65% dimiliki oleh Inpex Masela. Lapangan Abadi ini memiliki nilai investasi senilai US$ 19,8 miliar, yang ditargetkan memproduksi sebanyak 1.600 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 mmscfd serta 35.000 barel minyak per hari. Adapun Proyek ini diharapkan sebelumnya bisa beroperasi pada kuartal kedua 2027.