Program Swasembada Pangan di Kalsel Disambut Baik Pengamat Ekonomi

Pengamat Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Dr Muzdalifah SE MSi menanggapi program Swasembada pangan yang menjadi prioritas Pemerintah Prabowo

Lahan rawa di Kalsel yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Foto : ist

bakabar.com, BANJARBARU - Pengamat ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Dr Muzdalifah, menanggapi program swasembada pangan yang menjadi prioritas pemerintah Prabowo Subianti-Gibran Rakabuming Raka.

Program tersebut menyasar Kalimantan Selatan sebagai target pengembangan program. Di antaranya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan,Tanah Laut, dan Kotabaru paling besar mulai 2025 sampai 2029.

Muzdalifah mengatakan, program swasembada pangan ini akan membawa harapan besar. Kalsel memiliki potensi untuk menjadi penopang kebutuhan pangan nasional, terutama di tengah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang semakin meningkatkan permintaan pangan.

Namun salah satu masalah utama yang berpotensi muncul adalah alih fungsi lahan. Utamanya lahan pertanian beralih menjadi perkebunan besar atau bahkan kawasan perkotaan.

Kemudian lahan rawa yang berpotensi menjadi sumber produktivitas sering kali tergenang air sepanjang tahun, sehingga memerlukan teknologi canggih agar dapat dikelola.

Selain itu, mayoritas lahan pertanian di Kalsel masih bergantung kepada tadah hujan, sehingga pengembangan infrastruktur irigasi menjadi kebutuhan mendesak. Modernisasi sektor pertanian tidak bisa berjalan tanpa dukungan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.

“Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengadopsi teknologi modern menjadi penghambat signifikan,” papar Muzdalifah, Kamis (5/12).

Dari sisi ekonomi, keterbatasan anggaran pemerintah daerah membuat subsidi dan insentif bagi petani sulit diwujudkan.

Kalsel juga masih sangat bergantung pada sektor pertambangan, sehingga sektor pertanian belum menjadi prioritas utama dalam investasi.

“Kondisi ini diperburuk oleh persaingan penggunaan lahan untuk kelapa sawit dan pembangunan infrastruktur wilayah perkotaan,” lanjutnya.

Belum lagi harga hasil panen yang fluktuatif, logistik kurang terintegrasi, serta keterbatasan akses modal usaha, juga menjadi tantangan petani kecil. Tidak jarang ditemui, mereka sering kali terpaksa utang kepada tengkulak untuk memenuhi kebutuhan pertanian maupun biaya hidup.

Akan tetapi dengan pengoptimalisasi lahan rawa melalui inovasi teknologi, program swasembada pangan akan berdampak positif di Kalsel.

“Diversifikasi ekonomi melalui pengembangan sektor pertanian juga membuka peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan kesejahteraan,” beber Muzdalifah.

Pun program tersebut berpotensi menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor, mulai dari produksi hingga distribusi pangan.

“Swasembada pangan bukan hanya soal ketahanan pangan, juga langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian daerah. Kalau dikelola dengan baik, Kalsel bisa menjadi pelopor dalam inovasi pertanian berbasis lahan rawa dan gambut, sekaligus memperkuat perekonomian lokal,” jelasnya.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan masyarakat, swasembada pangan di Kalsel bukan sekadar angan, melainkan target yang dapat dicapai.

“Kini saatnya memanfaatkan potensi besar ini untuk membawa Kalsel menuju masa depan yang lebih mandiri dan sejahtera,” tuntasnya.