Produksi Pangan di Jejangkit Batola Turun Sejak Menjadi Lokasi HPS

Produksi pangan di Jejangkit, Barito Kuala (Batola) mengalami penurunan usai ditetapkan sebagai lokasi Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018 silam.

Walhi Kalsel sebut Jejangkit mengalami penurunan produksi pangan usai jadi lokasi HPS 2018 silam. Foto-Walhi Kalsel untuk apahabar.com

apahabar.com, MARABAHAN - Produksi pangan di Jejangkit, Barito Kuala (Batola) mengalami penurunan usai ditetapkan sebagai lokasi Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018 silam.

Bukan hanya gagal panen, petani di Jejangkit bahkan mengalami gagal tanam dalam tiga tahun terakhir.

Pada momentum HPS Tahun ini, Wahana Lingkungan Hidup Indoesia (Walhi) Kalimantan Selatan (Kalsel) ingin mengingatkan kepada pemerintah.

Walhi mengingatkan HPS yang dilaksanakan pada 2018 lalu jangan hanya menjadi proyek seremonial saja.

Bahkan dalam pelaksanaannya menimbulkan korban jiwa. Seorang ASN asal Papua diduga meninggal dunia akibat kelelahan berjalan sejauh tiga kilometer.

"Artinya tidak ada persiapan yang matang dalam kegiatan seremonial tersebut," ketus Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel, Jepri Raharja alias Cecep, Selasa (17/10).

Lokasi HPS di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Batola itu menjadi lahan tak berdaya.

Beberapa warga mengeluhkan air terlalu lama merendam kawasan HPS itu. Akibatnya, petani sulit untuk menanam padi pada waktu yang seharusnya.

Dari hasil analisis Walhi Kalsel, produktivitas pertanian di Kecamatan Jejangkit terus menurun dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Pada 2020 produksi tanaman padi mencapai seluas 2.879 hektare. Namun di tahun 2021 produksi padi menurun menjadi 2.127 hektare.

"Kemudian di tahun 2022, produksi padi semakin menurun drastis dan hanya seluas 1.104 hektare," papar Cecep.

Cecep berkata, hal ini yang membuat pihaknya mendorong pemerintah agar serius mendampingi petani, khususnya di Jejangkit.

Ia menebut, di tahun ini, masyarakat di Jejangkit hampir mengalami gagal tanam. Meski tetap bisa menanam, hanya sebagian petani saja yang berani bertaruh dengan alam.

"Sebab waktu tanam yang terlambat dari waktu yang seharusnya," ujar Cecep.

Dengan kondisi sepertu itu, petani juga harus mengairi sawah mereka menggunakan pompa, karena kekeringan. Sehingga biaya produksi petani semakin bertambah.

Awal 2023 juga menjadi ujian bagi petani di Jejangkit untuk mempertahankan lahan pangan mereka.

Hal itu disebabkan banjir yang tidak kunjung surut di Jejangkit. Selain karena sempat menjadi lokasi HPS, banjir tak berkesudahan di kecamatan ini juga diduga akibat pompanisasi dari perusahaan sawit di wilayah itu.

Sedikitnya ada dua perusahaan yang diduga menjadi biang parahnya banjir tersebut. Yakni PT Putra Bangun Bersama dan PT. Palmina Utama yang merupakan perusahaan asal China yaitu Julong Group.

Kedua perusahaan ini sudah dilaporkan warga Jejangkit kepada Pemprov Kalsel. Baik itu eksekutif maupun legislatif.

Sayangnya, sampai saat ini perusahaan masih bebal, kekeh dan dianggap tidak memenuhi tuntutan masyarakat.

Baca Juga: Disorot Walhi, DPKP Kalsel Angkat Bicara Soal Eks Lahan HPS di Jejangkit Batola

Baca Juga: Walhi Kalsel Soroti Eks Lahan HPS di Jejangkit Batola hingga Gagal Tanam