Kalsel

Pro-Kontra New Normal di Kalsel dari Perspektif Ekonomi

apahabar.com, BANJARMASIN – Dalam waktu dekat, pemerintah pusat akan menerapkan new normal atau adaptasi perubahan pola…

Setelah karantina wilayah, pemerintah berencana menerapkan new normal atau adaptasi perubahan pola hidup pada situasi Coronavirus Disease (Covid-19) 2019. Foto-Dok apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN - Dalam waktu dekat, pemerintah pusat akan menerapkan new normal atau adaptasi perubahan pola hidup pada situasi Coronavirus Disease (Covid-19) 2019.

Langkah itu diambil dalam rangka mendukung keberlangsungan usaha di sektor jasa dan perdagangan (area publik) pada masa pandemi Covid-19.

Bahkan pemerintah pusat telah menerbitkan Surat Keputusan Kementerian Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri Dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Kemudian SK itu ditindaklanjuti dengan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri Dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha.

SE ditujukan langsung kepada seluruh kepala daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan.

Lantas, sudah pantaskah Kalimantan Selatan menerapkan new normal sebagai upaya pemulihan ekonomi?

Argumentasi ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli ekonomi di Kalimantan Selatan.

Meminjam data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan pada Triwulan Pertama tahun 2020 mencapai 5,68 persen. Angka itu terbilang cukup terkendali.

Meski begitu, Ekonom Kalimantan Selatan, Mochammad Zainul menilai pemberlakuan new normal jangan hanya diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi semata.

Namun harus mempertimbangkan grafik jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19.

Idealnya, new normal dapat diterapkan saat grafik perkembangan Covid-19 di Kalimantan Selatan sudah mengalami tren penurunan secara terus menerus atau melandai.

"Itupun masyarakat harus senantiasa menjaga jarak, memakai masker dan disiplin mencuci tangan. Mengingat lingkungan masih belum dinyatakan bersih seratus persen," ucap Mochmmad Zainul kepada apahabar.com, Selasa (26/5) sore.

Namun melihat kondisi saat ini, kurva masyarakat terpapar Covid-19 terus meronjak naik. Sehingga kurang tepat jika diberlakukan new normal karena risiko yang dihadapi masih tergolong tinggi.

"Kalau new normal diberlakukan secara serampangan dan tidak memerhatikan perkembangan jumlah masyarakat yang tertular Covid-19, maka bisa berakibat fatal,” jelas dia.

“Tidak menutup kemungkinan jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19 akan semakin meningkat," tegas pengajar di Uniska Banjarmasin ini.

Oleh sebab itu ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus mengatasi kasus Covid-19 ketimbang new normal, karena jika negara sudah dinyatakan bebas dari virus mematikan ini, maka sektor perekonomian akan bergerak dengan sendirinya.

"Dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, keselamatan masyarakat harus lebih diutamakan. Tidak boleh atas dasar ekonomi, kemudian pemerintah mengabaikan keselamatan masyarakat. Itu bisa melanggar HAM," bebernya.

Zainul berkesimpulan new normal bisa saja diterapkan jika grafik perkembangan kasus Covid-19 di Kalimantan Selatan sudah menurun dan dinyatakan aman.

Sementara itu, nada berbeda datang dari Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen (YLK) Kalimantan Selatan, Dr. Ahmad Murjani.

Menurutnya, kondisi pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan mengalami goncangan di tengah pandemi Covid-19.

Bukan hanya satu sektor, melainkan lintas sektor. Di antaranya ekspor dan impor, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), rumah tangga, pertanian, kelautan, kehutanan, pertambangan, serta korporasi.

"Tentu ini tidak bisa lepas kaitannya dengan meningkatnya kasus Covid-19," kata Ahmad Murjani.

Dari sisi epidemiologi ini sangat penting dan menentukan pertumbuhan perekonomian, artinya pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan kian terpuruk.
Terbukti dari banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Sekalipun dalam laporan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan masih terkendali, akan tetapi sifatnya data Triwulan sebelumnya," bebernya.

Dilihat dari sisi sosial, ekonomi dan budaya, ia menilai kebijakan new normal sangat menentukan pertumbuhan ekonomi akan kembali stabil.

Dalam artian, akan memungkinkan terwujud, meskipun harus ada beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan.

Di antaranya, dari sisi epidemiologi menunjukan kasus Covid-19 menurun atau negatif, pemerintah daerah harus siap, dan masyarakat harus disiplin.

"Dalam penerapan new normal harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) Satgas Covid-19, yang mana rujukannya adalah sesuai protokol dari WHO," jelas Murjani.

Pada tatanan ini akan diberikan kelonggaran dalam menjalankan aktifitas normal, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan. Mulai dari social distancing, memakai masker, cuci tangan, dan harus antre.

Dari sini aktifitas masyarakat di area publik harus diatur dan diawasi, misalnya mal yang berkapasitas 3000 pengunjung, maka akan dibatasi menjadi 1500 sampai 2000 pengunjung saja.

Begitu pula restoran dan rumah makan yang berkapasitas 150 pengunjung akan dibatasi hanya 50 sampai dengan 75 orang saja.

"Kalimantan Selatan berpotensi mengerakan ekonomi dengan new normal. Hanya saja jika new normal tidak berhati-hati, maka akan menimbulkan second wave (gelombang kedua) keterpurukan. Di sini peran seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan," tambahnya.

Saat diminta keterangan, Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Kalimantan Selatan, Abdul Haris Makkie belum menjawab pertanyaan yang dilayangkan awak media ini.

"Silakan dengan Juru Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Kalimantan Selatan," pungkasnya.

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah