Pemilu 2024

Prabowo Setop Impor BBM Jika Jadi Presiden, IESR: Tidak Realistis!

Institute for Essential Service Reform (IESR) menilai pernyataan Prabowo perihal Indonesia Mandiri Energi Bersih dan berhenti Impor BBM itu cita-cita yang baik

Prabowo Subianto di acara HUT ke-25 PAN. Foto: apahabar.com/Aditama

apahabar.com, JAKARTA - Institute for Essential Service Reform (IESR) menilai pernyataan Prabowo Subianto perihal Indonesia mandiri energi bersih dan berhenti mengimpor bahan bakar minyak (BBM) sebagai cita-cita yang baik. Namun, di sisi lain juga dinilai tidak realistis.

"Cita-citnya baik dan ini mengulang yang pernah disampaikan pada 2019 lalu saat nyapres. Menurut saya ide ini tidak realistis dilakukan," kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa kepada apahabar.com, Senin (27/11).

Prabowo dianggap tidak realistis bukan tanpa alasan. Dia membeberkan ada tiga penyebab Indonesia belum bisa mandiri energi bersih dan berhenti impor BBM dalam waktu dekat.

Baca Juga: BPH Migas: Penyaluran BBM Harus Tepat Sasaran hingga Kawasan 3T

Pertama, kebutuhan BBM saat ini mencapai 1,5 juta barrel per hari. Diperkirakan akan mencapai 1,8 juta barrel per hari di 2030.

Sementara itu, kapasitas produksi BBM di dalam negeri setelah seluruh pengembangan kilang Pertamina selesai hanya mencapai 1,2 juta barrel per hari.

"Dari sini saja, kalau proyek upgrade kilang baru bisa terjadi sebelum 2029, tetap ada defisit BBM dalam negeri 0,4 sd 0,6 juta barrel per hari," kata dia

Kedua, kata Fabby, produksi minyak mentah di dalam negeri saat ini hanya mencapai 650 ribu barrel per hari. Sedangkan pemerintah berencana meningkatkan menjadi 1 juta barrel per hari. Tapi, dia menganggap target tersebut susah untuk tercapai.

Baca Juga: 51 Penyalur BBM Satu Harga Bakal Diresmikan, Ini Sebaran Lokasinya

Dalam hitungannya, dengan skenario yang paling optimis pun kemungkinan produksi minyak mentah hanya akan mencapai 0,7 sampai dengan 0,8 juta barrel per hari.

"Bahkan dari minyak mentah pun, untuk memasok seluruh kilang yang akan beroperasi kita masih harus impor minyak mentah," ujarnya kepada apahabar.com.

Sedangkan yang ketiga, dia menyoroti asumsi Prabowo terkait tidak impor karena bisa menggunakan bahan bakar nabati yakni CPO yang saat ini telah menjadi sumber bahan baku.

Baca Juga: Koin Ajaib Diklaim Hemat BBM pada Mobil, Bakal Dilirik Pemerintah?

Secara realistis, dia merasa hal itu mustahil terjadi. Pasalnya, jika seluruh produksi CPO dijadikan bahan bakar nabati bakal mengganggu pasokan CPO untuk pangan dan kebutuhan industri lainnya.

"Sumber biomassa lain ada, tetapi pengembangan butuh waktu lebih dari 5 tahun untuk pengembangan bahan baku dan rantai pasok yang sustainable," terangnya.

Oleh karena itu, kemandirian energi bersih dan berhentinya mengimpor BBM baru bakal terealisasi setelah 2030. Itu pun bila Indonesia mau serius membangun feedstock. Termasuk penyediaan insentif hingga mengoptimalkan pemanfaatan teknologi mutakhir.

"Ya keliatan hanya populis, tanpa dasar tekno-ekonomis dan minim pemahaman mengenai isu ini," pungkasnya.

Sebelumnya, calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto sesumbar jika terpilih menjadi presiden akan menggunakan 100 persen bahan bakar minyak dari nabati seperti kelapa sawit, jagung, tebu.

"Kita tidak akan impor BBM lagi saudara-saudara sekalian," pungkasnya.