Hot Borneo

PR Besar Pemprov Kalsel Pasca-HET Minyak Goreng Dicabut

apahabar.com, BANJARMASIN – Aneh tapi nyata. Pasca-pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu, persediaan…

Pemprov Kalsel punya PR besar pasca-HET minyak goreng dicabut. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Aneh tapi nyata. Pasca-pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu, persediaan minyak goreng kemasan langsung melimpah.

Tak seperti beberapa pekan lalu komoditi tersebut mengalami kelangkaan di mana-mana.
Hanya saja, kali ini harga minyak goreng tak lagi berlabel 'murah'. Di berbagai distributor, harganya melambung tinggi.

Bersandar data harga bahan pokok per 18 Maret 2022 versi Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel, komoditi minyak goreng sederhana dibanderol rata-rata Rp18 ribu/liter. Sementara minyak goreng kemasan seharga Rp19.300 per liter.

Berbeda dengan fakta di lapangan. Temuanapahabar.compada Jumat (18/3) di beberapa ritel modern Banjarmasin membanderol minyak goreng dengan berbagai harga. Dari Rp20 ribu hingga Rp26 ribu untuk satu liter. Sedangkan minyak goreng ukuran dua liter harganya mencapai Rp51.400.

Dalam kebijakan terbaru, penetapan harga minyak goreng memang akan diserahkan pada mekanisme pasar.

Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin, menyebut penetapan HET memang tidak akan bisa mencegah melambungnya harga dan kelangkaan minyak goreng di pasaran.

Alasannya, HET dinilai tidak menyentuh akan masalah sebenarnya, yakni kartel dan penahanan distribusi minyak goreng.

"Justru kebijakan HET tersebut mendistorsi pasar," ucapnya kepadaapahabar.com, Sabtu (19/3).

Menurutnya, pedagang eceran di pasar tradisional dan warung sembako dirugikan oleh HET. Karena mereka sebelumnya terlanjur membeli minyak goreng dengan harga tinggi. Kemudian dipaksa menjual dengan harga HET tanpa adanya kompensasi.

Begitu pula kebijakan pencabutan HET untuk minyak goreng dengan kemasan, sementara mintak goreng curah masih ditetapkan HET.

"Ini akan memperparah distorsi pasar," kata ekonom jebolan Universitas Birmingham, Inggris ini.

Minyak goreng curah yang sebelumnya diperuntukkan untuk segmen tertentu dapat disalahgunakan dengan membuat kemasan palsu. Sementara pemerintah tidak berupaya untuk menghentikan praktik kartel yang dilakukan oleh produsen.

Menteri Perdagangan sendiri, kata Taqin, mengakui tidak mampu mengatasi mafia minyak. Ini menunjukkan lemahnya pemerintah di mata kartel.

Setelah mendag mencabut HET untuk minyak goreng kemasan, dengan sangat cepat komoditi sembako ini muncul kembali di pasaran.

Hal ini menunjukkan ada yang menahan stok migor di gudang-gudang. Artinya, lanjut dia, pemerintah juga tidak berdaya menghadapi penimbunan yang tidak mungkin dilakukan oleh rakyat kecil.

Kenaikan dan kelangkaan yang terjadi sebulan terakhir juga berasosiasi dengan akan datangnya bulan Ramadan. Di bulan suci itu, kata Taqin, tingkat konsumsi masyarakat meningkat, sehingga para penimbun ingin memperoleh untung yang lebih besar lagi dengan mendapatkan harga yang tinggi.

Taqin kemudian memberi saran kepada pemerintah. Dia meminta pemerintah bekerja sama dengan kepolisian untuk melakukan deteksi akan potensi penimbunan minyak goreng.

Pemda, kata dia, perlu memetakan alur distribusi dari produsen ke distributor, agen hingga ke tingkat eceran. Agar lebih mudah mendeteksi jika terjadi kelangkaan di daerah tertentu, di mana titiknya.

Di titik ini pemda wajib menjaga kelancaran distribusi. Di sisi lain, kata dia, pemda juga perlu melakukan operasi pasar yang ditujukan kepada warga miskin. Adapun urusan kartel itu menjadi domain pemerintah pusat.