Potensi KUHP Kriminalisasi Jurnalis, Komisi III Sebut UU 40 Jadi Benteng Kebebasan Pers

Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan jurnalis sudah memiliki undang undang khusus, dan masih tetap berlaku meskipun ada KUHP.

Arsul Sani, Wakil Ketua DPR RI, Sumberfoto/dianfinka

apahabar.com, JAKARTA -Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan, jurnalis sudah memiliki undang undang khusus, dan masih tetap berlaku meskipun ada KUHP.

Sebelumnya Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mendorong Dewan Pers membuat tafsir untuk KUHP terhadap pasal-pasal yang berpotensi mengkriminalisasi kebebasan jurnalis atau pers.

"Kalian itu kan jurnalis punya undang undang khusus, dan itu tetap berlaku. Itu berlaku khusus sama kaya tipikor. Itu kan gak dihapus dengan RKUHP," ujar Arsul Sani di Bidakara, Jakarta, Senin (12/12).

Dia menjelaskan sejauh ini dalam hal apapun, wartawan tidak bisa di implikasikan dalam perkara pidana.

"Inikan yang diminta termasuk oleh teman teman Dewan Pers, dalam hal apapun teman jurnalis tidak bisa di implikasikan dalam perkara pidana dan memang tidak bisa," jelasnya.

Sementara itu, Dewan Pers juga akan mengajukan judicial review atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap pasal-pasal yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dalam menjalankan tugas peliputan.

"Nah tetapi  untuk sampai kesana, kalau jurnalis kan ada bagiannya lagi. Jadi KUHP itu harus dibaca dengan bersamaan dengan undang undang pers juga," pungkasnya.

Sebelumya mengalir protes dari jurnalis berbagai kota di Indonesia terkait pasal-pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengkerdilkan kebebasan pers

Adapun 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi berdasarkan temuan AJI.

• Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
• Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. 
• Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
• Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
• Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
• Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
• Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
• Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
• Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
• Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
• Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.