Pasar Ponsel Murah

Ponsel Murah Alami Pertumbuhan 28 Persen di Pasar Asia Tenggara

Di tengah kondisi pasar ponsel pintar yang sedang lesu secara keseluruhan, kinerja segmen ponsel murah mengalami pertumbuhan di Asia Tenggara.

Kinerja segmen ponsel murah mengalami pertumbuhan di Asia Tenggara. Foto: dok. Xiaomi

apahabar.com, JAKARTA - Di tengah kondisi pasar ponsel pintar yang sedang lesu secara keseluruhan, kinerja segmen ponsel murah mengalami pertumbuhan di Asia Tenggara.

Berdasarkan data dari Counterpoint, pasar ponsel kuartal keempat 2022 menunjukkan, pengiriman ponsel kelas entry-level di Asia Tenggara naik 28 persen dibandingkan kuartal yang sama 2021.

"Kenaikan itu dipicu peluncuran berbagai produk ponsel murah dan permintaan yang sempat tertunda," tulis laporan tersebut yang dikutip, Minggu (26/2).

Adapun segmen ponsel murah versi Counterpoint berharga di bawah 200 dolar Amerika Serikat, atau sekitar Rp3 jutaan.

Baca Juga: Poco Beberkan Alasan Ponsel X5 5G Tak Pakai Chipset Baru

Pengiriman ponsel secara umum di Asia Tenggara untuk kuartal empat 2022 berdasarkan riset mereka, turun 17 persen secara year-on-year.

"Asia Tenggara mengalami berbagai tantangan pada 2022. Negara-negara di sana terus menaikkan suku bunga, inflasi masih menjadi faktor dan volume perdagangan bergantung pada permintaan di negara mitra," ucap analis senior di Counterpoint Glen Cardoza.

Selain ponsel murah, pada segmen premium, rentang harga di atas 600 dolar AS atau sekitar Rp9,2 juta, juga naik yaitu sebesar 22 persen secara quarter-on-quarter.

Berdasarkan merek, yang merajai segmen premium di Asia Tenggara adalah Samsung seri S dan iPhone 13 serta iPhone 14.

Baca Juga: Tecno Spark Go 2023, Ponsel Ramah Kantong Cuma Rp1 Jutaan

Counterpoint melihat pada semester pertama 2023, Asia Tenggara diperkirakan masih merasakan efek dari pengiriman ponsel yang rendah. Peningkatan diperkirakan baru terjadi pada Q2 2023.

Berkaitan dengan 5G, firma riset itu melihat Singapura dan Thailand akan menggunakan jaringan itu untuk sektor industri dan konsumen.

Sementara Indonesia dan Filipina, menurut Counterpoint, berfokus pada penetrasi 5G.