Kalsel

Polemik RUU Omnibus Law dan Ancaman Mogok Kerja Nasional Buruh di Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang digodok DPR RI menuai pro dan…

Ribuan buruh menggeruduk Kantor DPRD Kalsel, Rabu (19/2) pagi. Mereka menolak omnibus Law Cipta Kerja.Foto-apahabar.com/Rizal Khalqi

apahabar.com, BANJARMASIN – Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang digodok DPR RI menuai pro dan kontra di masyarakat.

Gelombang demonstrasi di seluruh daerah se Indonesia seakan tak terbantahkan. Tak terkecuali di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Sedikitnya terdapat ribuan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) telah melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPRD Kalsel, Rabu (19/2) kemarin.

Tak hanya itu, nada penolakan juga terlontar dari Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalimantan Selatan.

Secara politik, FSPMI Kalsel meminta kepada DPRD untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Kemudian, aspirasi itu disampaikan kepada DPR RI agar mendrop semua pasal kluster ketenagakerjaan pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan kembali ke UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Kita dengan tegas menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini. Ini sangat merugikan hak kaum buruh. Kita tak pernah menolak investasi, namun jangan sampai menghilangkan hak kaum buruh,” ucap Ketua DPW FSPMI Kalsel, Yoeyoen Indharto, Kamis (20/2) sore.

Bukan tanpa alasan, FSPMI Kalsel menilai hukum ketenagakerjaan harus mengandung tiga prinsip.

Di antaranya kepastian jaminan pekerjaan (Job Security), kepastian jaminan pendapatan (Income Security), dan kepastian jaminan sosial (Social Security).

“Ternyata di dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, sama sekali tidak ada ketiga unsur tersebut,” tegasnya.

Selain itu, ada sembilan alasan FSPMI Kalsel menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Di antaranya hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, outsourcing seumur hidup, karyawan kontrak seumur hidup, waktu kerja yang dieksploitatif, TKA buruh kasar unskill worker berpotensi bebas masuk ke Indonesia.

FSPMI Kalsel menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Foto apahabar.com/M Robby

Selanjutnya, hilangnya jaminan sosial dengan adanya sistem outsourcing seumur hidup dan karyawan kontrak seumur hidup, PHK dipermudah, dan hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha.

Jika RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini terus dipaksakan, maka FSPMI akan melakukan judical review formil UU itu di Mahkamah Konstitusi.

Dengan tujuan membatalkan seluruh isi Omnibus Law Cipta Kerja.

Terlebih khusus, judical review materil di MK terhadap pasal yang merugikan buruh, dan gugatan warga negara citizen law suit dipusatkan secara nasional di PN Jakarta Pusat.

Kemudian, FSPMI-KSPI dan kaum buruh Banua juga akan menggelar aksi besar-besaran di daerah dan nasional secara terus menerus.

Bahkan tak menutup kemungkinan akan digelar aksi mogok kerja nasional di Indonesia. Termasuk di Kalsel.

“Kita pernah melakukan aksi mogok kerja nasional di Indonesia. Mogok kerja nasional jilid pertama tahun 2013, kala itu kenaikan upah sangat signifikan. Selanjutnya mogok kerja nasional jilid kedua tahun 2016, kita pernah menutup beberapa ruas jalan tol,” jelasnya.

“Kita berani, bahkan sekelas wakil presiden yang turun tangan. Satu jam kita menutup jalan tol, maka kerugian negara mencapai ratusan miliar. Kita siap mengarahkan seluruh buruh di Kalsel,” pungkasnya.

Baca Juga: 13 Motor Diamankan, Yang Merasa Kehilangan Silahkan ke Polres Tapin

Baca Juga: MAN 1 HST Nyaris Terbakar Lagi, Sosok Misterius Muncul

Reporter: Muhammad RobbyEditor: Ahmad Zainal Muttaqin