Nasional

PLN Bisa Hemat 30% Usai Batu Bara Dihapus dari Daftar B3

apahabar.com, JAKARTA – Pemerintah baru saja mengeluarkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar kategori…

Ilustrasi. Foto-Istimewa

apahabar.com, JAKARTA – Pemerintah baru saja mengeluarkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

FABA merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaranbatu bara pada pembangkit listrik tenaga uap PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku atau keperluan sektor konstruksi.

PT PLN (Persero) pun berpotensi mengurangi biaya pengelolaan limbah usai pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut.

“Sampai dengan 30 persen dari biaya pengelolaan (limbah) awal,” ujar Vice President Public Relations PLN Arsyadani Ghana Akmalaputri, dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu (12/3).

Kebijakan itu tertuang dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Lewat aturan itu, limbah batu bara tersebut bisa dimanfaatkan untuk bahan baku infrastruktur. Misalnya, produk beton non konstruksi seperti slab (pelat) beton, kanstin, pemecah gelombang, beton blok, dan sebagainya.

Selain itu FABA juga bisa dimanfaatkan untuk produk semi beton ringan seperti batako, paving, sekat pagar, serta bahan campuran pengeras jalan (road base), dan lainnya.

Arsyadani menyatakan semua produk tersebut telah memenuhi persyaratan kualitas produk atau Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Dampaknya PLN bisa mengoptimalkan penyerapan pemanfaatan, mendorong FABA digunakan sebagai sumber daya material, dan menekan pengeluaran anggaran,” terangnya.

Untuk itu, PLN akan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR serata BUMN karya agar FABA bisa dimanfaatkan secara maksimal setelah dikeluarkan dari limbah beracun.

“Berharapnya manajemen pengelolaan FABA di lapangan akan semakin mudah dan murah,” ucapnya.

Pembangkit listrik milik PLN sendiri saat ini memang masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.

Berdasarkan data dari bahan paparan PLN kepada Komisi VII DPR pada November 2020 lalu, disebutkan bahwa porsi PLTU masih mayoritas yakni 50,4 persen atau kapasitas 31.827 MW.

Disusul oleh pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 12,6 persen atau kapasitas 7.992 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 10,7 persen atau kapasitas 12.137 MW.

Namun, perusahaan setrum itu berencana meningkatkan porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT), dan sebaliknya menurunkan pembangkit energi fosil.

Tercatat, periode 2000-2019 pertumbuhan pembangkit fosil 6,6 persen. Namun, pada 2020-2029 targetnya bisa diturunkan menjadi hanya 3,6 persen.

Sebaliknya, pengembangan pembangkit EBT dari 2000-2019 tumbuh 7,1 persen. Rencana ke depan, jumlah pembangkit EBT ditargetkan bisa naik 12.7 persen pada 2020-2029.