News

PKS Tolak Kenaikan BBM Subsidi, Mardani Ali Sera: Dampaknya Berantai!

apahabar.com, JAKARTA – Anggota DPR-RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera beberkan alasan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)…

Anggota DPR-RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera. Foto: Rmol.id

apahabar.com, JAKARTA – Anggota DPR-RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera beberkan alasan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kontra terhadap kenaikan BBM karena terlalu memberatkan rakyat.

"Kami menolak kenaikan BBM karena sangat berat untuk masyarakat. Karena dampaknya semua bisa naik, transportasi naik, makanan naik, semuanya naik, jadi sangat berat bagi masyarakat," kata Mardani dalam diskusi publik Rilis Survei Nasional yang diselenggarakan Indikator Politik Indonesia, Minggu (18/9).

Mardani juga mengatakan jika pihaknya menolak dikarenakan banyak masyarakat yang masuk ke kategori kaum miskin baru merasa terbebani.

Selain itu, ia juga mengungkapkan jika penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo diakibatkan timbulnya kaum miskin baru sejak pandemi ini.

Menguji Validitas Data DTKS

"Penyebab penurunan kepuasan masyarakat terhadap Jokowi dikarenakan adanya pandemi. Banyak kaum miskin baru sejak pandemi ini, yang awalnya tidak termasuk dan terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) serta tidak masuk dalam daftar penerima BLT sekarang mereka masuk kategori miskin," ungkap Mardani.

Mardani menyoroti para pekerja ojol yang sebelum pandemi mereka masih berkecukupan dan sejak pandemi ini dari tingkat orderan mereka menurun. Terutama ojol roda empat yang menurutnya paling terdampak dengan adanya kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM.

Ia menganggap jika proses data DTKS ini belum berjalan maksimal dan masih berantakan, sehingga akurasi pemerintah dalam penyaluran BLT kurang tepat sasaran.

"Alasan migrasi dari barang ke orang belum dilakukan secara tuntas karena DTKS kita masih berantakan. Barusan saya ketemu dengan RT di RW 7 Kel Cijantung Jaktim, mereka sudah mengajukan unsur baru, tapi yang keluar tetep data yang lama," tegasnya.

Lanjutnya, Mardani menyarankan agar Jokowi membuat tim khusus untuk membenahi data-data yang ada di DTKS. Karena menurutnya, meskipun pemerintah sudah mensosialisasikan kenaikan ini secara masif, tetap akan membuat rakyat sengsara jika data DTKS tidak segera dibenahi.

"Meskipun pemerintah sudah melakukan sosialisai secara masif tetap ujungnya akan menyengsarakan rakyat. Maka dari itu Jokowi harus membenahi dari segi akurasinya. Jokowi harus membuat tim khusus untuk meprbaiki DTKS," lanjut pria yang juga seorang dosen di Universitas Mercu Buana itu.

Untuk masalah acaknya data DTKS ini, Mardani mengatakan jika Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini juga sudah mengusulkan untuk segera memperbaiki data.

"Sebetulnya bu risma juga sudah teriak-teriak ingin segera memperbaiki data ini," lanjut Wakil Ketua Komis II DPR-RI itu.

Berantakannya data DTKS ini dikarenakan susahnya rantai data yang menurut Mardani sangat panjang. Karena hal tersebut, ia memaklumi jika pemerintah sulit untuk membenahi data DTKS.

"Tapi memang data rantainya itu panjang, dari RT ke RW-kelurahan-Sekcam-Camat-Dinas Penduduk-Sekda-Gubernur. Itu sangat panjang," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Mardani membeberkan jika kelompok masyarakat yang paling terdampak itu justru dari kelompok masyarakat perkotaan, dimana mereka yang paling banyak melakukan mobilitas.

Menurutnya, masyarakat di desa meskipun terdampak kenaikan BBM, tapi tidak separah penduduk yang ada di kota-kota besar. Hal itu dikarenakan perputaran uang yang terjadi pada penduduk desa tidak sebesar di kota, karena mereka jarang mengakses mobilitas untuk aktivitas sehari-hari.

"Kelompok masyarakat yang paling terdampak itu justru masyarakat yang ada di perkotaan, karena mereka yang paling banyak akses mobilitas. Kalau di desa mohon maaf, mereka perputaran uangnya tidak terlalu banyak, karena sedikit yang melakukan akses mobilitas," pungkasnya.