Kalsel

Pinta Keluarga Genap Dua Bulan Pembunuh Gambah HST Buron

apahabar.com, BARABAI – Bayang-bayang mendiang Didi Rahman masih membekas di benak Yayar Safari. Tepat 40 harian…

Esok, genap dua bulan kasus pembunuhan di Gambah, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Bak ditelan bumi, pembunuh Didi hingga kini masih buron. Foto: Ist

apahabar.com, BARABAI – Bayang-bayang mendiang Didi Rahman masih membekas di benak Yayar Safari.

Tepat 40 harian kematian Didi, Yayar mencoba menempati rumah mendiang. Hasilnya, Yayar tak bisa tidur. Bayang-bayang adiknya itu seakan terus menghantui.

“Melihat suasana di rumah almarhum saja sudah sedih. Teringat selalu. Sewaktu alm dibawa ke rumah sakit dan kembali pulang ke rumahnya lagi. Ya sedih lah pokoknya,” ujar Yayar dihubungi media ini, Senin (27/9) sore.

Esok, tepat dua bulan Herlan buron. Pria satu ini menjadi sosok yang paling dicari setelah membunuh Didi Rahman di kediamannya Desa Gambah, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).

Sampai hari ini, Polda Kalsel yang telah menerjunkan tim buru sergap gabungan belum juga mampu menangkapnya. Lantas, apa harapan keluarga?

“Kami menghargai upaya dan kerja keras kepolisian. Itu kasus pembunuhan paman es krim [di Paramasan, Kabupaten Banjar] saja lima bulanan baru dapat, intinya kami berharap Herlan segera tertangkap,” ujar Yayar.

Menengok Kondisi Keluarga Korban Pembunuhan di Gambah HST Usai 2 Bulan Pelaku Buron

Siang-malam polisi terus memburu Herlan. Lokasi potensi Herlan sembunyi di kawasan Gambah telah dijaga.

Namun begitu, Herlan tak kunjung tertangkap. Yayar pun bingung kabur ke mana Herlan.

“Andai dia mati. Aku pengen liat tulang belulangnya. Sampai ke ujung duniapun. Kada [tidak] tenang hidup Herlan itu,” ujar Yayar.

Di genap dua bulan adiknya itu, Yayar berharap ada pihak baik hati melaporkan keberadaan Herlan.

“Aku berharap. Mudah-mudahan ada orang yang berhati malaikat. Ringan hati membantu. Jikalau ada melihat pelaku di manapun ia berada laporlah ke aku ataupun lewat kepolisian. Ciri-cirinya sudah kami sebar,” ujarnya.

Sebagai pengingat, Herlan memiliki ciri khusus dari perkelahian mautnya di Kotabaru 2011 silam.

"Tangan kirinya itu tidak tapi kuat memegang sesuatu. Tangannya seperti orang cacat, ada juga bekas jahitan di telinganya," ujar Yayar.

Karenanya, saat mengangkat padi di karung Herlan kerap mendekapnya menggunakan siku.

Selain itu, Herlan juga memiliki tato di bahu dan dadanya.

"Saya kurang memperhatikan tato apa, seperti tato naga. Kalau tidak salah ada di bahu dan dadanya," ujarnya.

Rabu 28 Juli, Didi dihabisi oleh Herlan yang tak lain rekan sekaligus tetangganya sendiri. Hampir dua bulan berlalu, insiden berdarah tersebut masih saja membekas di benak Yayar.

Soal perburuan Herlan, apahabar.com sudah mengonfirmasi pihak kepolisian. Hasilnya masih sama; perburuan Herlan terkendala medan pencarian yang luas.

"Pelaku masih di dalam hutan," ujar salah seorang perwira reserse di Ditreskrimum, Polda Kalsel. "Belum ada perkembangan, jika ada nanti, kami kabari." pungkas perwira itu.

Kendala Pencarian

Sosok Pembunuh Brutal di Gambah HST Terungkap, Macan Kalsel Turun Gunung

Sebagai pengingat, siang itu, Didi dihabisi Herlan di depan pintu rumahnya sendiri. Usai menghabisi Didi, residivis kasus pembunuhan di Kotabaru ini menghilang begitu saja di hutan belakang rumahnya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Hari ke-28 buron, Herlan sempat terlihat keluar dari hutan persembunyiannya. Namun saat ditelusuri, warga irit bicara. Kali terakhir, Herlan terlihat menenteng senjata tajam.

Lokasi Herlan muncul berada di Desa Aluan, berjarak sekitar 10 menit dari Desa Gambah. Antara Gambah dengan Aluan hanya dihelat kebun, semak belukar atau persawahan.

Desa Aluan cukup memungkinkan bagi Herlan ke mana pun bersembunyi. Misalnya ke Kecamatan Batang Alai Selatan maupun ke Hantakan. Daerah ini masih dikelilingi hutan, kebun dan sawah. Sebagiannya juga sepi penduduk.

Kasat Reskrim AKP Purnyoto secara tersirat menampik jika Herlan telah kabur ke luar Barabai apalagi hingga Palangka Raya.

"Pelaku masih di dalam hutan," ujar Purnyoto dihubungi via seluler, baru tadi.

Lantas, apa kendala yang dialami tim gabungan untuk meringkus Herlan? Purnyoto bilang luasnya medan pelarian Herlan jadi kendala terbesar saat ini.

"Pelaku sembunyi dan tinggal di dalam hutan yang sulit dijangkau," pungkas Purnyoto.

Adanya informasi sejumlah pihak yang diduga menyembunyikan Herlan, Purnyoto tak menjawabnya.

Yang pasti, sampai saat ini tim pencari keluar-masuk hutan untuk memburu Herlan yang juga berstatus residivis kasus pembunuhan di Kotabaru itu.

Kronologis Pembunuhan

‘Saktinya’ Si Pembunuh Brutal di Desa Gambah HST, Tak Mempan Dikeroyok di Kotabaru

Herlan menghabisi Didi tak lain tetangganya sendiri hanya karena permasalahan sepele.

Pembunuhan bermula ketika istri Herlan dalam keadaan mengaduh datang ke rumah Didi.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

"Herlan mengamuk," ujar Istri Herlan kepada Didi yang saat itu sedang asyik mencabut uban di pintu rumahnya.

Rumah keduanya hanya terpisah oleh jalan saja. Hanya, rumah Didi agak menjorok ke dalam.

Tak lama berselang, datang Herlan dengan parang terhunus. Gelagatnya, ia tampak dalam pengaruh minuman keras.

"Sudah jangan ribut-ribut, malu dilihat tetangga," ujar Didi seraya menenangkan Herlan.

Tak disangka, Herlan malah menebaskan parangnya ke tengkuk belakang leher, pinggang, hingga bahu Didi.

Usai menghabisi Didi, Herlan kembali pulang. Berselang kemudian, jejaknya menghilang di hutan belakang rumahnya.

Sementara, Didi tergeletak bersimbah darah. Teriakan istri Didi lalu menggegerkan warga yang sedang menggelar hajatan pernikahan tak jauh dari rumahnya.

Seorang warga yang berada di hajatan pernikahan sempat berpapasan dengan Herlan.

Kala itu Herlan berkata, "Ayo dan lihat, Didi sudah kubunuh."

Didi sejatinya sempat dilarikan warga ke puskesmas terdekat. Nahas, nyawanya tidak tertolong lantaran kehabisan darah.

Didi meninggalkan seorang istri dan anak yang masih berusia 9 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi orang tuanya.

"Ibu dan bapak saya sudah tua. Sakit-sakitan memikirkan pembunuh adik saya belum juga tertangkap," jelas Yayar Safari, Kakak Kandung Didi kepada apahabar.com, Kamis (26/8).

Lantas, apakah jika Didi tertangkap pihak keluarga akan memaafkan Herlan?

"Maaf, pintu sudah tertutup untuk Herlan," jelas Yayar.

Didi, kata Yayar selama ini dikenal sebagai pribadi yang baik. Meski hidup serba kekurangan, ia kerap membantu tetangganya.

"Adik saya setelah mengalami kecelakaan, tidak bisa bekerja berat lagi," ujarnya.

Didi juga dikenal tidak pernah berbuat masalah. Lain halnya Herlan yang dikenal suka menantang berkelahi warga jika mabuk.

Perangai buruk tersebut diperkuat dengan status Herlan yang merupakan seorang residivis.

2011 silam, Herlan membunuh seorang warga bernama Mansyah saat bekerja sebagai pendulang emas di Hampang, Kotabaru.

Saat itu, Herlan dituduh korban dan keempat rekannya mencuri sebuah dompet di warung kopi.

Herlan yang dikeroyok keempatnya berhasil selamat. Saat diamankan di kediamannya, polisi menemukan Herlan dalam keadaan bersimbah darah dengan 17 mata luka di sekujur tubuhnya.

Kaget bukan kepalang saat pagi harinya polisi menemukan sesosok jasad di belakang rumah yang ditinggali Herlan. Jasad itu belakangan diketahui adalah Mansyah, salah seorang pengeroyok Herlan.

Selesai menjalani hukuman penjara di Lapas Kotabaru, dua tahun kemudian Herlan kembali muncul di Desa Gambah.

Ia lalu mempersunting seorang perempuan asal Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Demi mencukupi kebutuhan sehari-harinya, Herlan bekerja serabutan. Kadang menjadi tukang bangunan, kadang lagi pemetik buah kelapa.

Sementara, Didi sendiri dikenal sebagai sosok yang baik dalam pergaulan sehari-hari.

"Adik saya ini orang baik, kalau Herlan tak ada beras datang minta. Tak ada bawang minta. Tak ada sayur minta. Selalu dikasih sama adik saya," cerita Yayar, kakak kandung Didi Rahman, korban pembunuhan di Gambah, Kabupaten Hulu Sungai Tengah kepada apahabar.com, Selasa (14/9).

Untuk menghidupi, istri dan seorang anaknya, Didi mengandalkan hidup dari beternak ayam.

"Kalau tidak ada uang, ya dijual untuk belanja sehari-hari. Adik saya kan juga dapat PKH (Bantuan keluarga harapan). Ya diirit-irit untuk makan sebulan," ujar Yayar.

Pasca-kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun lalu, Didi menderita cedera di bagian pinggang.

Kecelakaan itu tak hanya membuat pinggangnya bengkok, tapi juga membuat lehernya tak bisa menoleh ke belakang.

"Jika mau menoleh ya dengan badan, setelah kecelakaan itu, adik saya tidak bisa bekerja berat," ujar Yayar.

Didi anak kedua dari tiga bersaudara. Selama hidupnya, ia dikenal sebagai pribadi yang baik.

"Ya namanya orang baik, sekalipun kecelakaan ditabrak orang juga gak nuntut ganti rugi," ujar Yayar. "Di tengah keterbatasannya, dia selalu perhatian. Kalau aku gak punya uang, almarhum punya uang, ya dibantunya."

Sepeninggal Didi, istri dan anaknya harus tinggal bersama sang mertua yang bekerja sebagai buruh bangunan.

"Sekarang mereka berkumpul semua bersama kami, mau ke mana lagi? abah kadang ada kerjaan, kadang juga gak ada, uang sejuta kami irit-irit untuk hidup sebulan," ujarnya.

Lantas, bagaimana dengan kondisi anak korban yang berusia 9 tahun? Yayar bilang si anak juga masih trauma.

"Kalau anak almarhum itu, kalau orang cerita waktu kejadian [pembunuhan] selalu menutup telinga. Seakan gak mau dengar. Karena selalu teringat," jelasnya.

Sementara, pasca-kepergian anaknya itu, orang tua Didi kerap sakit-sakitan. Memikirkan pembunuh anaknya yang tak kunjung tertangkap.

"Kadang hati ini rasa disayat-sayat kalau lagi duduk-duduk sendirian," ujarnya.

Dilengkapi oleh HN Lazuardi