Kalsel

Petugas KPPS Banjarmasin Hanya Dirapid Test, Epidemiolog Beberkan Bahayanya

apahabar.com, BANJARMASIN – Klaster Pilkada penularan Covid-19 di Banjarmasin kian mengancam. Pasalnya, pemeriksaan rapid test dipastikan…

Pemeriksaan rapid test tak bisa lagi digunakan sebagai referensi untuk mendiagnosis Covid-19. Namun begitu sejak kemarin, KPU Banjarmasin sudah mulai melakukan tes cepat itu kepada petugas KPPS mereka. Foto: apahabar.com/Bahaudin Qusairi

apahabar.com, BANJARMASIN – Klaster Pilkada penularan Covid-19 di Banjarmasin kian mengancam.

Pasalnya, pemeriksaan rapid test dipastikan tak bisa digunakan sebagai referensi untuk mendiagnosis Covid-19.

Meski begitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarmasin tetap ngotot menggunakan metode itu ke petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

Di Puskesmas Kelayan Timur dan Cempaka misalnya. Tes cepat Covid-19 itu sudah dimulai sejak Juma (13/11) hingga 10 hari ke depan. Lantas apa alasannya?

Komisioner KPU Banjarmasin Taufiqurrahman mengakui pihaknya tak punya pilihan lain selain rapid test.

"Anggaran yang tersedia hanya untuk rapid test," ujar Taufik kepada apahabar.com.

Semuanya lantaran keterbatasan anggaran. Sedangkan untuk tes usap atau swab anggarannya terlampau besar.

Namun Taufik enggan membeberkan total keseluruhan anggaran rapid test untuk petugas KPPS yang totalnya mencapai 10 ribu orang.

Ia hanya menyebut biaya sekali rapid test sebesar Rp150 ribu.

Jumlah tersebut jika dikalkulasikan dengan seluruh petugas KPPS maka akan diperoleh anggaran test cepat. Tetapi, itu hanya rapid test, belum lagi kebutuhan lain.

"Rp150 ribu satu kali rapid test," ulangnya.

Pakar Epidemiolog Dr H IBG Dharma Putra lantas menilai rapid test untuk petugas KPPS berpotensi menimbulkan ancaman baru. Termasuk memperpanjang rantai penularan Covid-19.

Pasalnya, ia memaparkan pemeriksaan menggunakan rapid test cuma untuk melihat antibodi. Bukan untuk melihat antigen.

Artinya, apabila hasil rapid test dinyatakan reaktif maka tidak membuktikan orang tersebut terpapar virus Corona.

Dengan demikian ada kemungkinan petugas dinyatakan tidak reaktif tapi sebetulnya menjadi pembawa kuman penyakit.

"Rapid test itu tidak bisa memastikan virus ya ada atau tidak. Karena rapid hanya melihat antibodi seseorang punya atau tidak," pungkasnya.

Untuk itu Dharmad menyarankan agar KPU memilih tes usap kepada petugas KPPS yang terbukti lebih akurat ketimbang rapid test.

"Bagi saya rapid test atau tidak rapid test sama saja," tegasnya.

Akan tetapi Dharma mafhum dengan pilihan KPU mengingat keterbatasan anggaran.

Walhasil, Dharma meminta kepada KPU supaya meningkatkan alat pelindung diri (APD) selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Seperti masker, jaga jarak, dan rutin cuci tangan.

"Ini untuk menjaga keselamatan masyarakat agar terhindar dari paparan virus Corona dengan cara tidak bertukar droplet atau air liur," pintanya lagi.

Lantas bagaimana jika ditemukan reaktif?

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banjarmasin Machli Riyadi meminta petugas KPPS reaktif ini untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari di rumah.

Lagi-lagi, lantaran keterbatasan anggaran Dinkes Banjarmasin belum berencana untuk melakukan tes usap pada petugas yang reaktif.

"Ya cuma rapid ulang, tidak perlu swab," pungkasnya.