Petani di Tanah Bumbu Bicara Dampak Kampanye Negatif Industri Kelapa Sawit

Pengusaha kelapa sawit di Kabupaten Tanah Bumbu merasa keberatan atas keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi Draft Delegated Regulation.

Perkebunan sawit. Foto-Doknet

apahahabar.com, BATULICIN - Keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi draft delegated regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan berisiko tinggi menimbulkan reaksi dari sejumlah pihak. 

Jika kebijakan ini diterapkan, artinya minyak kelapa sawit akan masuk kategori produk tidak ramah lingkungan.

Di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, sejumlah pengusaha menyampaikan keberatan. Kebijakan itu dinilai akan membuat petani dan pengusaha merugi. 

"Kami mungkin keberatan dengan kebijakan diskriminatif ini, karena ini membuat kami pelaku usaha maupun petani sawit bisa dirugikan," ujar petani sawit, Iyan, Kamis (14/9).

Baca Juga: Drawing Piala Asia U-23, Garuda Muda Terancam Masuk Grup Neraka

Hal yang lebih mengkhawatirkan karena kebijakan ini akan membuat penghasilan petani terancam. "Otomatis, karena itu adalah penghasilan pokok kami sebagai petani," ujarnya.

Iyan berharap pemerintah bisa mengatasi semua kebijakan diskriminatif industri sawit dari Uni Eropa yang bisa saja mematikan usaha perkebunan kelapa sawit.

"Jadi kami sebagai masyarakat yang berusaha di bidang perkebunan sawit meminta negative campaign terkait itu teratasi. Toh dari sisi lainnya perkebunan sawit juga dibutuhkan oleh semua. Mulai dari minyak goreng, beberapa riset, hingga pengolahan biodesel," pungkasnya.

Baca Juga: Diterpa Kekeringan, Banjarbaru Sukses Panen Raya Padi Lokal

Pemerintah Indonesia juga getol menentang kebijakan ini. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, meminta negara-negara di Eropa untuk menghapus kebijakan yang diskriminatif terkait industri kelapa sawit.

Hal itu disampaikan di sela memenuhi kehadiran di beberapa agenda Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Jenewa, Swiss, beberapa waktu lalu.

“Saya juga meminta agar negara Uni Eropa menghilangkan kebijakan diskriminatif terhadap sawit dan mendukung kebijakan sustainable palm oil Indonesia, termasuk melalui pemberian akses pasar terhadap produk sawit yang telah menerima sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO),” ujar Retno dalam keterangannya, Rabu (1/3) lalu.