Pesugihan ala Amerika: Bersekutu dengan Setan atau Kapitalisme?

Pesugihan merupakan jalan pintas untuk memperkaya diri yang tak asing bagi orang Indonesia. Siapa sangka, praktik serupa ternyata juga tumbuh subur di Amerika

Ilustrasi pesugihan (foto: Kumparan)

apahabar.com, JAKARTA - Pesugihan merupakan jalan pintas untuk memperkaya diri yang tak asing bagi orang Indonesia. Siapa sangka, praktik serupa ternyata juga tumbuh subur di negara maju, seperti Amerika.

Itu sebagaimana yang diungkapkan antropolog asal Australia, Michael Taussig, dalam jurnalnya berjudul The Devil and Commodity Fetishism in South America (1970). Praktik yang disebutnya sebagai ‘persekutuan dengan setan’ ini berlangsung di Amerika Selatan.

Tepatnya di Kolombia dan Bolivia, Taussig mengungkapkan sebuah mitos yang menyeruak di kalangan petani. Konon, mereka melakukan hal gaib, berupa pesugihan atau jadi budak setan, demi meningkatkan hasil panen.

Kedua perjanjian gaib itu terikat dengan kontrak khusus. Manakala petani meraup untung, itu harus disalurkan untuk kegiatan konsumerisme, seperti belanja barang-barang mewah. Kalau dilanggar, mereka akan meninggal tiba-tiba.

Setan yang Sebenarnya Adalah Kapitalisme

Taussig dalam The Ghost in the Machine (2018) menyebut pesugihan yang dia temukan dalam studi terdahulunya sebagai upaya kritik atas kapitalisme. Bagi pekerja, kapitalisme tak ubahnya sama seperti ‘setan’ itu sendiri.

Anggapan itu muncul lantaran keduanya memang sama-sama menimbulkan ketakutan. Setan memicu rasa takut atas imajinasi manusia, sedangkan kapitalisme menyebabkan ketakutan akan tindakan eksploitasi.

Sebabnya, kata Taussig, kapitalisme membuat orang tercerai-berai dari tanah leluhur lantaran fenomena tersebut berhasil memusnahkan praktik ekonomi tradisional. Narasi soal pesugihan sengaja diproduksi untuk memahami keterasingan ‘kaum bawah.’

“Cerita pesugihan diproduksi sebagai tanggapan atas gangguan sosial besar-besaran yang ditimbulkan atas kemunculan akumulasi modal swasta,” tulisnya.

Sementara itu, sejumlah ahli lainnya menilai pesugihan sebagai bentuk kecemburuan. Para petani yang miskin sebetulnya iri terhadap orang yang dapat harta mendadak. Jadi, mereka menuduh para orang kaya baru bersekutu dengan setan.