Hot Borneo

Pesan dari Banjarmasin di Hari Perempuan Internasional: Ingin Bebas Berkarya Meski Dipandang Beda

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari Perempuan Internasional atau International Women Day’s (IWD) sejatinya diperingati setiap 8 Maret….

Fati Arsa, meluapkan perasaannya lewat lukisan. Foto-apahabar/Riki

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari Perempuan Internasional atau International Women Day's (IWD) sejatinya diperingati setiap 8 Maret. Namun, beberapa komunitas mulai menggelar perayaannya sejak jauh-jauh hari.

Di Banjarmasin, Komunitas Narasi Perempuan mengawali perayaan IWD 2022 dengan melukis. Hasil karya lukisan setiap peserta yang dipamerkan pada kegiatan di Taman Kamboja Banjarmasin Minggu (6/3) kemarin, rencananya bakal digunakan untuk dua hal.

Pertama, untuk dibawa dan ditampilkan pada saat aksi damai peringatan IWD, Selasa (8/3) besok di bundaran Hotel A, Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Kemudian, menjadi media kampanye di media sosial. Tujuannya untuk melindungi kaum perempuan dari segala hal buruk.

Ya, meluapkan unek-unek hingga berani bercerita tentang masalah yang dialami perempuan itu tidaklah mudah.Kondisi seperti pula yang dirasakan Fati Arsa. Ia merupakan mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta Banjarmasin.

Arsa mengaku sudah sejak lama mendapat stigma negatif. Ia berupaya melawan itu. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan yakni dengan mengekspresikannya lewat lukisan.

"Sejak kecil aku sering dikata-katain gendut, sampah, tidak punya bakat, dan sebagainya," kata perempuan asli Sampit, Kalimantan Tengah.

Dalam lukisannya, Arsa mengungkap kerap mendapat kekangan atas apa yang mestinya bisa ia lakukan. Padahal, menurutnya, semua orang mestinya bebas berkarya tanpa batas.

"Ukuran tubuh, warna kulit dan lainnya yang dianggap berbeda itu bukan merupakan batasan untuk perempuan bisa berekspresi," pesannya.

Aktivitas Narasi Perempuan, Ivania Ananta, mengungkap ada banyak kaum hawa yang mengalami kekerasan domestik. Namun, hingga sekarang perlindungan perempuan yang mengalami korban kekerasan seakan masih samar.

"Buktinya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang tak kunjung disahkan," ungkapnya.

Meski terkesan sederhana, lanjut dia, setidaknya kegiatan yang digagas itu mampu menjadi wadah para perempuan untuk ‘berbicara’, menuangkan unek-unek, bahkan emosi hingga kreatifitasnya.

“Emosi bisa diluapkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan melukis ini. Tidak melulu harus marah-marah," ungkap Anya, sapaan akrabnya.

Objek yang dilukis bebas. Namun semua lukisan masih berkaitan dengan Peringatan Hari Perempuan Internasional. Sederhananya, melukis untuk melawan.