Nasional

Perusahaan Asal Jepang Tertarik Kembangkan Industri Metanol di Indonesia

apahabar.com, JAKARTA – Perusahaan industri kimia asal Jepang, Sojitz Corporation, tertarik mengembangkan industri metanol dan amoniak…

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto-ANTARA

apahabar.com, JAKARTA – Perusahaan industri kimia asal Jepang, Sojitz Corporation, tertarik mengembangkan industri metanol dan amoniak di Indonesia.

Dalam kunjungan kerja ke Tokyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita didampingi Duta Besar RI di Jepang, Heri Akhmadi bertemu dengan perwakilan Sojitz untuk membahas pengembangan industri metanol di Indonesia.

"Dalam pertemuan tadi, Sojitz menyatakan ketertarikan untuk mengembangkan industri metanol dan amoniak di Kawasan Industri Teluk Bintuni yang akan menyerap investasi sekitar 5 miliar dolar, " ujar Menperin di Tokyo, dilansir dari Antara, Sabtu (13/03).

Pada pertemuan dengan Presiden dan CEO Sojitz Corporation Fujimoto Masayoshi, Menperin menyampaikan proyek Bintuni masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga akan memperoleh kemudahan serta berbagai insentif dari Pemerintah.

"Proyek petrokimia di Teluk Bintuni akan menjadi yang terbesar dengan luas sekitar 2.000 hektare. Kami akan membahasnya lebih lanjut pada kunjungan selanjutnya di bulan Mei mendatang," jelasnya.

Bisnis Sojitz Corporation di Indonesia meliputi perusahaan Kaltim Methanol Industri (KMI) di Bontang, Kalimantan Timur yang merupakan satu-satunya produsen metanol di Indonesia.

Perusahaan tersebut berkapasitas produksi 660.000 metrics ton per tahun.

"Dengan kebutuhan metanol di dalam negeri yang mencapai sekitar dua juta ton, pembangunan pabrik metanol baru amat dibutuhkan," jelas Menperin.

Bahan baku metanol sangat dibutuhkan, antara lain dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood. Metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas.

Selain itu, metanol juga merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel.

"Di tahun 2020, permintaan akan metanol juga meningkat dengan penerapan mandatory biodiesel B30," ujar Menperin.

Guna merealisasikan proyek pembangunan pabrik metanol kedua tersebut, diperlukan dukungan penuh kedua Pemerintah dalam pengembangan industri petrokimia di Bintuni.

Kawasan industri ini dikembangkan secara multiyear dengan menggunakan KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha).

Pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut ditargetkan bisa dilaksanakan pada tahun ini dan dilanjutkan pembangunan pabrik-pabrik pada 2022, sehingga tenant bisa mulai berproduksi pada 2024.

Pada kesempatan tersebut, Menperin juga mengundang Sojitz untuk berinvestasi pada industri soda ash sebagai hilirisasi dari ammonia, di samping sebagai pengurangan emisi CO2 pada pembakaran batubara yang akan dikembangkan oleh Sojitz.

"Pemerintah akan memberikan insentif tertentu bagi industri pioner seperti soda ash," kata Menperin.