Smelter Kebakaran

Pertemuan Bilateral China-Indonesia Minim Bahas K3 Smelter

Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menganggap masalah kecelakaan di smelter PT ITSS merupakan dampak dari kurangnya pengawasan dan penerapan K3.

Tangkapan layar dari video kebakaran tungku ssmelter PT ITSS di areal PT IMIP.

apahabar.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menilai pemerintah China dan Indonesia tidak memiliki komitmen secara serius soal penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Direktur Studi China-Indonesia CELIOS M Zulfikar Rakhmat mengungkapkan topik mengenai K3 tidak pernah disentuh dalam pertemuan bilateral kedua negara tersebut.

"Sebenarnya dua-duanya kurang soal pengawasan. Karena ini sudah berulang kali terjadi. China lengah karena Indonesia-nya lengah," ujarnya kepada apahabar.com, dikutip Kamis (29/12).

Baca Juga: Waduh! Mayoritas Smelter di Morowali Abaikan Asuransi Ketenagakerjaan

Berdasarkan pengamatannya, dalam setahun belakangan ini sering ada pertemuan antara China-Indonesia. Setidaknya kurang lebih setiap dua bulan sekali. Namun topik K3 bukan menjadi pembahasan yang utama.

Padahal isu keselamatan kerja, khususnya mengenai investasi smelter di kawasan PT IMIP Morowali perlu menjadi pembahasan utama. Hal ini mengingat seringnya terjadi kecelakaan di smelter.

Kondisi tersebut yang membuat perusahaan smelter milik investor China di Indonesia sering kali tidak memperhatikan penerapan K3. Karena itu, pemerintah perlu memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar K3.

Baca Juga: Terpapar Uap Panas, Korban Tewas Ledakan Smelter Morowali Bertambah!

Zulfikar juga menilai kecelakaan kerja terjadi akibat kelebihan muatan karena mengejar target produksi. Sedangkan saat kecelakaan dengan terhantam alat berat, pekerja tidak difasilitasi dengan APD antiapi.

"Pelecehan seksual juga sering terjadi di kawasan tambang di Morowali," ungkapnya kepada apahabar.com.

Baca Juga: Kemenaker Selidiki Meledaknya Smelter PT ITSS Morowali

Baca Juga: Smelter Asal China Meledak, Ini Profil PT ITSS Morowali

Kondisi tersebut, kata Zulfikar, karena buruknya sistem rekrutmen. Para pekerja smelter di Morowali direkrut dengan kemampuan (skill) rendah. Hal itu dilakukan untuk dapat memberikan upah rendah kepada pekerja.

Di samping itu, perusahaan juga tidak memberikan pelatihan yang cukup dan memadai untuk mengeksekusi pekerjaan tambang yang berisiko tinggi.

"Akarnya terletak pada sistem rekrutmen dan training para pekerja," jelasnya.