Kalteng

Perpecahan dan Korupsi Tantangan Terbesar Bangsa

apahabar.com, PALANGKA RAYA – Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan, isu perpecahan dan korupsi merupakan dua tantangan…

Ilustrasi korupsi. Foto-kupasmerdeka

apahabar.com, PALANGKA RAYA – Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan, isu perpecahan dan korupsi merupakan dua tantangan terbesar bangsa yang terjadi saat ini.
Hal itu ia kemukakan dalam Temu Tokoh Nasional bertajuk Peranan Umat Islam dalam Menjaga Persatuan dan Nilai-Nilai Kebangsaan yang digagas MPR bersama Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (12/12).

Mahyudin menjelaskan negara ini pernah dijajah bangsa asing selama ratusan tahun melalui politik memecah-belah dan adu domba. Saat ini upaya memecah-belah itu kembali terjadi melalui teknologi media sosial.

“Kita pernah dijajah ratusan tahun, bukan karena bangsa asing hebat. Mereka menggunakan politik ‘devide et impera’, memecah-belah, adu domba. Kini kembali, asing mau mengadu domba melalui medsos,” kata Mahyudin.

Baca Juga :Pusat Diminta Menambah Anggaran Jalan Bukit Rawi

ia menyampaikan pihak asing bisa dengan mudah masuk kepada ranah-ranah kehidupan pribadi masyarakat Indonesia melalui media sosial seperti whatsApp, Instagram, Facebook dan lain-lain dengan menyebarkan hoaks dan adu domba. “Ini cara asing mengubah pola pikir kita. Kita dulu bergotong-royong, sekarang individualistik,” katanya.

Kemudian, kata dia, belum selesai dengan urusan isu perpecahan, Bangsa Indonesia juga menghadapi isu darurat korupsi yang menyebabkan bangsa kehilangan teladan. “Darurat korupsi ini miris. Di republik ini, hampir semua orang ditangkap KPK. Menteri, gubernur, bupati, Ketua DPR, DPD RI, DPRD, bahkan camat dan kades juga ada,” kata dia.

Menurut Mahyudin, persoalan korupsi ini salah satunya disebabkan demokrasi di Indonesia berbiaya mahal sehingga perlu dievaluasi. Dia mencontohkan, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia mencapai 800.000.

Setiap calon harus menyiapkan minimal satu saksi di setiap TPS itu. Dia menekankan, jika biaya satu orang saksi sebesar Rp200.000, maka biaya saksi diperlukan Rp160 miliar.

“Itu baru saksi, belum baliho, uang pertemuan dan timses,” kata dia. Semestinya, kata Mahyudin, biaya saksi dibayarkan oleh penyelenggara agar politik berbiaya mahal dapat dihindari. Di sisi lain, Mahyudin juga mencermati bahwa politik uang sulit dihindari.

Praktik korupsi ini pada gilirannya menyebabkan Bangsa Indonesia dapat kehilangan kepercayaan dari sisi investasi. “Akhirnya orang mau investasi takut, malas dan mengakibatkan kesejahteraan berjalan lambat,” ujarnya.

Baca Juga :Warga Pulang Pisau Keluhkan Harga Gas 3 Kg Rp35 Ribu

Sumber : Antara
Editor : Syarif