Pemkab Tanah Bumbu

Perjuangan Nor Aina Merawat Anaknya Penderita Hydrocephalus

apahabar.com, BATULICIN – Tak pernah terbayang oleh Nor Aina (36) anak ketiganya tumbuh tak normal. Sebab,…

Nor Aina harus berjuang keras merawat dan menjaga Firda yang menderita hydrocephalus. Foto-apahabar.com/Puja Mandela

apahabar.com, BATULICIN – Tak pernah terbayang oleh Nor Aina (36) anak ketiganya tumbuh tak normal. Sebab, sesaat setelah melahirkan, tubuh anaknya, Siti Firda Nurhaliza, masih sama seperti bayi pada umumnya. Tak ada yang aneh.

Namun, setelah usianya menginjak dua bulan, kelainan pada tubuhnya mulai muncul. Sejak saat itu, tiap tahun kepala Firda makin membesar. Kelainan itu justru dilihat pertama kali bukan oleh Nor Aina, tetapi oleh tetangganya.

Setelah sadar ada yang aneh pada bagian kepala anaknya, Nor Aina langsung memeriksakan Firda ke puskesmas setempat. Melihat ada sesuatu yang janggal, pihak puskesmas langsung memberikan surat rujukan agar Firda segera dirujuk ke RSUD dr. Andi Abdurrahman Noor.

Di RSUD Andi Abdurrahman Noor, bayi Firda yang baru berusia dua bulan dirujuk kembali ke RSUD Ulin Banjarmasin. Di sanalah Firda divonis positif menderita hydrocephalus. Bahkan, menurut dokter, usianya diperkirakan tak akan lebih dari lima tahun.

Selasa, 22 Januari 2019, wartawan apahabar.com berkesempatan menjenguk Siti Firda Nurhaliza dan ibunya, Nor Aina, yang tinggal di Desa Wonorejo, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) Kalsel.

Rumah Nor Aina terbuat dari kayu yang jauh dari kata bagus. Di atas pelataran rumahnya terdapat dua kotak kardus beda ukuran dengan sejumlah alat kerja di dalamnya. Persis di sebelah kotak kardus itu, televisi bekas yang sudah tak terpakai tergeletak dengan debu yang cukup tebal.

Ruang tamu rumahnya makin menegaskan bahwa keluarga Nor Aina memang jauh dari kata mapan. Tak ada hiasan rumah atau kursi, yang ada hanya beberapa pakaian yang digantung dekat jendela dan beberapa selimut yang dijemur cukup rapi.

Di pojok ruangan, ada televisi tabung dan kipas angin yang tak menyala. Di sudut lainnya, ada lemari dengan tumpukan buku yang berdebu.

Sementara Siti Firda, dengan ukuran kepala yang sudah sangat besar terbaring lemah di atas tikar bergambar kartun. Ia mengenakan baju dan celana warna kuning. Di tangan kanannya, ada dua gelang: satu berwarna kuning dan satu lagi terbuat dari tali berwarna hitam. Kini usianya sudah hampir 6 tahun. Ia lahir pada Juni 2013.

Meski anaknya sedang menderita salah satu penyakit langka di dunia, tetapi Nor Aina tampak tabah. Ia terlihat sangat sabar merawat anaknya. Ia begitu telaten memandikan Firda, mengganti popok, hingga memakaikan baju.

Nor Aina sendiri hanya ibu rumah tangga biasa. Ia tidak bekerja. Untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, termasuk merawat Firda, Nor Aina hanya mengandalkan kerja keras suaminya, M Yusran (45).

Baca Juga:Ketika Orang Pinggiran Menatap Pemilihan Presiden 2019

M Yusran jarang berada di rumah. Profesi pendulang emas mengharuskan dirinya tinggal jauh dari keluarga. Sesekali ia pulang. Tapi, kemudian ia harus mencari butiran-butiran emas di kawasan pendulangan. Upahnya? Hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dan saat Firda lahir, beban itu ia rasakan makin berat.

Nor Aina mengungkapkan, setiap empat hari sekali ia harus membelikan susu SGM rasa vanilla untuk Firda. Terkadang ia juga bingung saat Firda kehabisan popok, karena tak ada uang untuk membeli. Tapi, Nor Aina tetap sabar. Ia terus berjuang untuk merawat anak yang sangat ia sayangi.

Saat Firda masih berada di dalam kandungan, Nor Aina memang tak pernah periksa USG. Ia juga tak rutin minum obat. Tapi ia merasa bayi dalam kandungannya baik-baik saja. Saat lahir, dugaannya memang tak meleset. Dari luar, Firda lahir seperti bayi pada umumnya.

“Tapi saat usianya dua bulan, matanya mulai tertarik ke atas. Di situ ada tetangga saya yang menyampaikan kecurigaannya,” ungkapnya.

Menurut Nor Aina, Firda sudah dua kali dibawa ke RSUD Ulin Banjarmasin. Pertama, saat usianya dua bulan. Kedua, saat usianya tiga tahun. Di sana, dokter mengatakan tindakan operasi untuk Firda hanya akan memperpendek usianya.

“Waktu dokter bilang begitu, kami sudah pasrah. Mau bagaimana lagi. Daripada dioperasi, mending begini saja. Kami cuma bisa sabar,” ujar Nor Aina.

Saat ini, Firda hanya diberikan obat untuk mengatasi kejang-kejang di tubuhnya yang sesekali muncul. Obat itu biasa ia ambil di RSUD dr. Andi Abdurrahman Noor di Gunung Tinggi.

“Biasanya obatnya kami ambil sendiri. Ke sananya naik sepeda motor,” katanya.

Masalah lain yang muncul dari Firda adalah ketika ia ingin BAB. Ia selalu menangis kesakitan. Untuk membantu Firda, ibunya biasanya memberikan buah-buahan untuk memperlancar pencernaan. Tapi, sayang usaha itu tidak banyak membantu.

“Kalau mau BAB dia selalu menangis. Sudah dikasih makan buah tapi tetap tidak bisa,” katanya.

Sebagai ibu, Nor Aina sudah memasrahkan anaknya kepada Tuhan. Ia hanya berharap ada orang yang mau membantu meringankan bebannya selama merawat anaknya. Sebab, untuk membeli susu setiap empat hari, termasuk popok, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Baca Juga:Kisah Pilu Sarinah, Pemulung dengan Tiga Anak di Pundaknya

Ketua RT 3 Desa Wonorejo, Ahmad Mujahid, juga mengharapkan hal yang sama. Ia melihat secara langsung bagaimana Nor Aina dan suaminya dengan telaten dan sabar merawat Firda.

“Kami harapkan ada bantuan seperti susu, popok, atau pakaian,” katanya.

Kepala Puskesmas Lasung, Rosyida, membenarkan penyakit yang diderita Siti Firda adalah hydrocephalus. Ia mengatakan, Firda sempat mendapat penanganan. Namun, karena kondisi penyakitnya yang berat, tim medis juga tak bisa berbuat banyak.

“Setahu saya sudah beberapa kali dirujuk ke RSUD Ulin,” ujarnya, saat dikonfirmasi via telepon.

Sejauh ini, Firda masih dalam pantauan Puskesmas Lasung. Petugas kesehatan puskesmas juga selalu melihat kondisi Firda secara berkala. Sebelumnya, kata dia, kepala desa setempat dan camat juga pernah mengunjungi Firda sekaligus memberikan bantuan untuk meringankan beban keluarganya.

Ia juga mengatakan pihaknya terus memberikan pengobatan sesuai kemampuan. Namun, karena penyakit utamanya sulit disembuhkan, pihaknya hanya memberikan obat untuk mengurangi panas atau untuk menghindari lecet di bagian tubuhnya.

“Karena anak itu tidak bisa beraktivitas, jadi jangan sampai tubuhnya lecet. Di situ kami beri obat. Kalau badannya panas juga kami berikan obat untuk menurunkan panasnya,” ujarnya.

Sejumlah komunitas sosial juga pernah memberikan bantuan kepada Firda. Deni Erwin, misalnya. Ia adalah pegiat komunitas sosial dari Kecamatan Kusan Hilir yang aktif membantu masyarakat yang sedang tertimpa kesulitan.

Belum lama ini, Deni memberikan bantuan berupa susu, popok, sembako, dan uang. Deni berharap bantuan yang diberikan dapat sedikit membantu mengurangi beban keluarga Firda. Ia juga mengajak komunitas sosial lainnya untuk bersama-sama membantu meringankan beban orang tua Firda.

Bantuan dari sejumlah komunitas sosial ini juga diakui Nor Aina sangat meringankan bebannya. Lalu, apakah ada para pejabat selain Camat Kusan Hulu dan Kepala Desa Lasung yang sudah pernah datang dan memberikan bantuan kepadanya?

Mendengar pertanyaan itu, Nor Aina hanya menggelengkan kepalanya, sambil terus tersenyum menatap anaknya, Siti Firda Nurhaliza.

Baca Juga:Ketika Mendulang Intan Berbuah Duka di Desa Pumpung

Reporter: Puja Mandela
Editor: Syarif