Perjalanan Barbie si Boneka Wanita Dewasa hingga Tayang di Layar Kaca

Barbie 2023 bakal segera hadir di layar kaca. Dalam trailer terbaru yang dirilis per Rabu (5/4), penonton diajak ‘berkunjung’ ke rumah impian si boneka

Barbie dan Ken dalam trailer yang baru dirilis Warner Bros (Foto: YouTube Warner Bros)

apahabar.com, JAKARTA - Barbie 2023 bakal segera hadir di layar kaca. Dalam trailer terbaru yang dirilis per Rabu (5/4), penonton diajak ‘berkunjung’ ke rumah impian tempat si boneka dan pasangannya, Ken, tinggal.

Sineas keluaran Warner Bros ini memang akan mengajak Anda memasuki dunia Barbieland yang serba pink. Film ini mengisahkan kehidupan Barbie dan Ken di dunia nyata usai keluar dari boneka produksi Mattel Toys.

Ya, selama ini, Barbie memanglah berwujud boneka plastik. Popi bernama lengkap Barbara Millicent Roberts ini kali pertama diproduksi pada 9 Maret 1959 oleh Mattel Inc, perusahaan mainan yang berbasis di California, Amerika Serikat.

Adalah Ruth Handler, pendiri Mattel Inc yang sekaligus mencetuskan eksistensi Barbie. Siapa sangka, ternyata ide untuk melahirkan boneka berbentuk manusia itu terinspirasi dari putrinya, Barbara.

Kala itu, dia melihat buah hatinya mengabaikan boneka bayi yang diberikan, dan malah lebih memilih boneka kertas perempuan. Dari situlah, Handler menyadari ada ‘peluang’ di pasaran bagi mainan untuk anak-anak perempuan.

Selang beberapa tahun usai merilis boneka perempuan, tepatnya pada 1961, Mattel kembali memproduksi popi yang menjadi pasangan Barbie, yakni Ken. Dua tahun kemudian, lahirlah sahabat dan adik Barbie.

Sempat Menuai Pujian dan Cacian

Barbie tak serta-merta berbentuk seperti yang kini dikenal. Tepat sebelum perilisan, atau pada 1958, para ibu dalam studi pasar yang disponsori Mattel mengkritik penampilan Barbie karena "bertubuh terlalu besar.”

Kontroversi itu membuat penampilan Barbie pun dimodelkan serupa boneka bernama Lili yang berasal dari karakter komik strip Jerman. Mattel akhirnya membeli hak untuk Lili, dan membuat versinya sendiri.

Tak berselang lama usai perilisan Barbie, banyak wanita memuji boneka itu karena memberikan peran gender alternatif untuk pembatasan di era 1950-an. Barbie tak mengajarkan pengasuhan, perlengkapan kariernya pun dianggap sebagai model kemandirian finansial.

Namun, seiring berjalannya waktu, perlengkapan karier tersebut malah dinilai sebagai simbol materialisme dengan menimbun mobil, rumah, dan pakaian. Pandangan yang mencuat di era 1970-an ini juga disertai kritik akan proporsi tubuh yang tidak realistis.

Kritik soal proporsi tubuh itu terus berlanjut hingga era 1990-an. Tepatnya pada 1994, peneliti di Finlandia mengatakan jika Barbie adalah wanita sejati, dia tak akan memiliki cukup lemak tubuh untuk menstruasi.

Terlepas dari kontroversi yang menyelimutinya, Barbie terus laku di pasaran. Meski penjualan sejak tahun 2000 tidak meningkat tajam seperti pada 1990-an, mereka masih berjumlah lebih dari satu miliar dollar per tahun.