Kalsel

Perjalanan Abdul Wahid Sebelum Berompi Oranye KPK: Dari Jurnalis hingga Aktivis

apahabar.com, BANJARMASIN – Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi…

Oleh Syarif
Perjalanan Bupati Abdul Wahid sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (18/11) kemarin.

Lembaga antirasuah tersebut menyoal kasus suap proyek irigasi di Pemkab HSU yang turut andil Abdul Wahid. Alhasil, dia sementara ini harus ditahan hingga 7 Desember 2021 mendatang di Rumah Tahanan Negara KPK Gedung Merah Putih.

Melihat ke belakang sebelum mengenakan rompi oranye, Abdul Wahid punya sederet perjalanan hidup panjang.

Berawal dari memulai profesi sebagai Jurnalis di sebuah media lokal. Kemudian terjun ke dunia politik mulai dari menjabat ketua DPRD hingga terakhir Bupati HSU.

Memulai sejak masih duduk di bangku kuliah, kiprahnya di dunia jurnalistik terbilang tidak sebentar. Total dia sudah menggeluti profesi wartawan selama 17 tahun sejak 1982-1999.

Setelah berhenti sebagai wartawan, Wahid akhirnya memutuskan maju di Pemilu 1999. Lewat Partai Golkar, dirinya berhasil terpilih sebagai anggota DPRD HSU. Dari sini kiprah politik Wahid dimulai.

Kemudian pada 2004, dia kembali maju sebagai wakil rakyat HSU. Hebatnya, Wahid berhasil terpilih sebagai Ketua DPRD HSU kala itu.

Di periode selanjutnya (2009), dirinya kembali berhasil terpilih. Kali ini jabatan tertinggi yang diemban adalah Wakil Ketua DPRD Kabupaten HSU.

Hingga masuk musim pemilu tahun 2012, Abdul Wahid mencoba maju sebagai calon bupati HSU. Dirinya menggandeng politisi PPP Husairi Abdi sebagai wakil. Dan lagi, Wahid berhasil terpilih sebagai orang nomor satu di daerah berjuluk Kota Itik ini.

Tak puas hanya satu periode, Wahid kembali nyalon bupati pada pemilu 2017 dengan menggandeng wakil yang sama. Hasilnya, mereka kembali terpilih menduduki kursi HSU-1 dan 2 hingga periode 2022.

Selain itu, Wahid juga sempat aktif di beberapa organisasi saat masih berusia pelajar dan mahasiswa.

Dia pernah menjabat Wakil Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Amuntai dan Wakil Ketua Nahdlatul Muta’allimin Normal Islam Rasyidiyah Khalidiyah pada 1977-1979.

Di bangku kuliah, ia menjabat Komandan Yonif 1 (Dan Yon 1) Resimen Mahasiswa (Menwa) Suryanata Kalimantan Selatan, Ketua Bidang Kemahasiswaan Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin.

Kemudian Ketua Bidang Pengkaderan Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Banjarmasin pada 1981-1984.

Selanjutnya, ia menjabat Wakil Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Kalimantan Selatan pada 1984-1987.

Sepanjang karirnya, Wahid juga diketahui berhasil meraih gelar pendidikan di tiga perguruan tinggi berbeda. Mulai dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin, Universitas Narotama Surabaya, dan Universitas Brawijaya Malang.

Sangat mentereng memang prestasi pria kelahiran Amuntai 27 Februari 1960 ini.

Sayangnya, sederet prestasi ini ternodai dengan kasus suap proyek irigasi dan jual beli jabatan di Pemkab HSU.

Alhasil, setahun sebelum berakhirnya masa jabatan di periode kedua, Wahid harus mengenakan rompi oranye dan menghuni Rumah Tahanan Negara KPK di Jakarta.