kesehatan

Peringati Hari PPOK Sedunia: Kenali Gejala dan Pengobatan Penyakit Paru

PPOK adalah akronim dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis, di mana merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan dalam jangka panjang.

Ilustrasi gajala penyakit paru-paru. Foto: Beritagar.

apahabar.com, JAKARTA - Seminggu lalu, tepatnya pada 17 November, diperingati sebagai Hari PPOK Sedunia. PPOK adalah akronim dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis, di mana merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan dalam jangka panjang.

Dokter Dedyanto Henky Saputra menyebut PPOK menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian di dunia. Penyebab utamanya ialah asap, entah itu berasal dari rokok, knalpot, ataupun polusi di lingkungan kerja. 

“PPOK adalah penyakit yang bersifat irreversible. Dalam hal ini, apabila saluran pernapasan rusak, sulit untuk kembali seperti pada kondisi normal,” ujarnya dalam Instagram Live @ptkalbefarmatbk, dikutip Rabu (23/11).

Ahli Ilmu Faal Olahraga Klinis itu menjelaskan pengidap PPOK biasanya akan menunjukkan gejala awal berupa batuk disertai lendir. Bila lendir makin kental, maka penyempitan saluran pernapasan akan semakin hebat, hingga bisa berujung sesak napas.

Lantaran kesulitan bernapas, jelas Dedy, pengidap PPOK bakal mengalami penurunan nafsu makan. Mereka seolah kehilangan selera untuk mengonsumsi apa pun. Sebab itulah, berat badan penyintas penyakit pernapasan ini turut menurun.

“Penyebab utama penurunan berat badan adalah hilangnya nafsu makan dan penurunan asupan makanan, khususnya pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut. Otot pernapasan melemah karena penurunan asupan makanan dan peningkatan konsumsi energi,” paparnya.

Jangan Hanya Fokus Terapi Obat

Untuk mengobati kesulitan bernapas, Dedy mengatakan, penderita PPOK akan menjalani terapi obat. Di samping itu, dirinya mewanti-wanti untuk tak sekadar bergantung pada obat, tetapi juga berfokus pada perbaikan gizi.

“Seringkali terapi PPOK hanya berfokus pada terapi obat, sedangkan perbaikan gizi kadang dilupakan. Padahal, nutrisi adalah faktor yang sangat mendukung keberhasilan terapi pasien PPOK,” ungkapnya.

Dedy menjelaskan bahwa status gizi yang baik dapat memperkuat imun tubuh, sehingga proses pemulihan pun akan lebih cepat. Adapun pemenuhan gizi itu haruslah bersumber dari konsumsi keragaman makanan, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. 

Namun, bagi pengidap PPOK dengan serangan akut sesak napas, dia menyarankan agar kebutuhan nutrisinya dimodifikasi. “Pasien yang menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator) disarankan untuk mengurangi porsi asupan,” tegasnya.

Hal tersebut dikarenakan saat karbohidrat diolah dalam tubuh, maka akan menghasilkan karbon dioksida yang lebih besar. Zat itu justru dapat memperburuk kondisi sesak napas. 

Sebab itu, sebaiknya kurangi komposisi karbohidrat dalam asupan pendirita PPOK akut. Sebagai gantinya, konsumsilah makanan yang tinggi protein, asam amino rantai cabang (BCAA), omega 3, vitamin E, dan zinc. 

Protein sendiri diketahui sangat penting untuk imunitas dan pemulihan otot. Ketika mengalami sesak napas, tentu otot di pernapasan bekerja lebih berat. Di sinilah peran protein; zat ini  bisa membantu otot pernapasan memompa lebih kuat, sehingga pernapasan kian lancar.